BAB II
1.
Pembahasan
A. Penetapan
Tujuan
1.1 Pengertian
Penetapan Tujuan
Para manajer sering membuat kesalahan yang sama. Mereka memulai
kegiatan-kegiatan dan membuat keputusan-keputusan tanpa penetapan suatu
kerangka tujuan-tujuan terlebih dahulu, dimana hal ini akan mengarahkan
pembuatan keputusan dalam organisasi. Tujuan itu sendiri adalah suatu hasil
akhir, titik akhir, atau segala sesuatu yang akan dicapai. Seorang manajer
personalia mungkin mempunyai tujuan untuk menarik beberapa orang operator mesin
bulan depan, atau seorang mekanik pemiliharaan mempunyai tujuan untuk 8tersebut
dapat juga disebut sasaran atau target.
1.2 Misi dan Tujuan Organisasi
Sebelum menentukan
tujuan – tujuan terlebih dahulu harus menetapkan misi organisasi.
Misi adalah suatu pernyataan umum dan abadi tentang maksud organisasi. Misi
Organisasi adalah maksud khas (unik) dan mendasar yang membedakan
organisasi dari organisasi lainnya dan mengidentifikasikan ruang lingkup
operasi dalam hal produk dan pasar.
Tujuan
Organisasi merupakan pernyataan tentang keadaaan atau situasi yang tidak
terdapat sekarang tetapi untuk dicapai diwaktu yang akan datang melalui
kegiatan – kegiatan organisasi. Tujuan umum (tujuan strategic) yang dipilih
akan menentukan kegiatan – kegiatan dan mengikat sumber daya-sumberW daya untuk
jangka waktu yang panjang. Tujuan
khusus secara fungsional berdiri sendiri tetapi secara operasional terangkai
dalam pemberian pedoman pencapaian tujuan organisasi.
1.3 Fungsi
dan Tipe-tipe Tujuan Organisasi
Konsep tujuan
organisasi dipandang secara luas mempunyai beberapa fungsi penting yang
bervariasi menurut waktu dan keadaan. Berbagai fungsi
tujuan antara lain :
- Pedoman bagi kegiatan, melalui penggambaran hasil akhir diwaktu yang akan datang. Memberikan arah dan pemusatan kegiatan organisasi mengenai apa yang harus atau tidak dilakukan.
- Sumber legitimasi, melalui pembenaran kegiatan – kegiatannya.
Akan meningkatkan kemampuan organisasi untuk mendapatkan berbagai sumber
daya dan dukungan dari lingkungan sekitarnya.
- Standar pelaksanaan, memberikan standar langsung bagi penilaian pelaksanaan kegiatan (prestasi organisasi).
- Sumber motivasi, karena sering memberikan insentif bagi para anggota.
5. Dasar
rasional pengorganisasian, karena antara tujuan dan struktur organisasi saling
berinteraksi dalam kegiatan – kegiatan untuk mencapai tujuan.
Dalam pencapaian tujuan
terdapat beberapa tipe yang membantu proses penetapan tujuan organisasi Kelima
tipe tujuan dapat diperinci sebagai berikut:
1. Tujuan
Kemasyarakatan (social goals), masyarakat pada umumnya dan berkenan dengan
kelas-kelas organisasi luas yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia.
2. Tujuan
Keluaran (output goals), publik dalam hubungannya dengan organisasi dan
berkenaan dengan jenis-jenis keluaran tertentu dalam bentuk fungsi-fungsi
konsumen.
3. Tujuan
Sistem (system goals), cara pelaksanaan fungsi organisasi tidak
tergantung pada barang atau jasa yang diproduksi. Contoh: Laba.
4. Tujuan
Product (product goals) atau tujuan karakteristik produk, karakteristik
barang-barang atau jasa yang diproduksi.
5. Tujuan
Turunan (derived goals), yang digunakan organisasi untuk meletakkan
kekuasaannya dalam pencapaian tujuan-tujuan.
1.4
Proses Penetapan dan
Bidang-Bidang Tujuan
Merupakan usaha untuk menciptakan nilai-nilai tertentu
melalui berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan organisasi. 6 Unsur dasar yang
melatarbelakangi penetapan tujuan organisasi adalah :
- Barang dan jasa yang diproduksi organisasi akan dapat memberikan berbagai manfaat, paling sedikit sama dengan harganya
- Barang dan jasa dapat memuaskankebutuhan konsumen/ langganan
- Teknologi yang digunakan dalam proses produksi akan menghasilkan barang dan jasa dengan biaya dan kualitas bersaing
- Kerja keras dan dukungan seluruh sumber dayanya, organisasi dapat beroperasi dengan baik
- Pelayanan manajemen akan memberikan public image yang mengguntungkan, sehingga mereka bersedia menanamkan modal dan menyumbangkan tenaganya untuk membantu sukses organisasi
- Perusahaan mempunyai konsep diri (self concept) yang dapat dikomunikasikan dan ditularkan kepada para karyawan dan pemegang saham organisasi.
Peter Drucker dan GE, mengidentifikasikan 8 bidang pokok
di mana perusahaan harus menetapkan tujuan :
- Posisi Pasar.
Perusahaan harus menetapkan tujuan mengenai bagian
pasar yang akan “direbut”. Bagian pasar yang paling baik dapat ditentukan
melalui analisa 1) langganan dan produk atau jasa, 2) segmen pasar (kelompok
yang membeli produk atau jasa) dan 3) saluran distribusi.
- Produkivitas / Efisiensia.
Rasio antara masukkan (tenaga kerja, peralatan dan
keuangan) dengan keluaran organisasi. Tujuan produktifitas dapat ditetapkan
dalam beberapa bidang, mencakup metode-metode kerja, kemajuan mesin dan
peralatan, dan peningkatan efisiensi karyawan.
- Sumber Daya Fisik dan Keuangan.
Tujuan harus ditetapkan dengan memperhatikan mesin dan
peralatan serta penyediaan bahan baku.
- Profitabilitas.
Tujuan-tujuan laba penting untuk mencapai
tujuan-tujuan lain, menyangkut:
1) penelitian dan pengembangan yang dibutuhkan untuk
inovasi.
2) kekuatan keuangan untuk mengganti mesin dan
peralatan.
3) pengupahan yang dibutuhkan untuk menarik
personalia.
- Inovasi.
Ada kebutuhan terus-menerus akan produk atau jasa baru
dan inovatif. Walaupun sesuatu yang baru selalu mengandung resiko, tetapi juga
mempunyai kemungkinan hasil yang tinggi.
- Prestasi dan Sikap Karyawan.
Karyawan operatif melaksanakan sebagian besar
pekerjaan normal dan rutin di setiap organisasi.
- Prestasi dan Pengembangan Manajer.
Kelangsungan hidup banyak organisasi tergantung pada
kekuatan manajemen yang inovatif. Organisasi perlu mentapkan tujuan sehubungan
dengan kualitas pelaksanaan manajemen dan untuk menjamin pengembangan para
manajer di semua tingkatan.
- Tanggung Jawab Sosial dan Publik.
Tujuan-tujuan ini ditetapkan perusahaan untuk
menangani boikot publik, kegiatan-kegiatan hukum, kegiatan-kegiatan pemerintah,
kelompok-kelompok berkepentingan, dsb.
1.5
Management By Objectives
Berkenaan dengan penetapan prosedur-prosedur formal
yang dimulai dengan penetapan tujuan dan dilanjutkan dengan serangkaian
kegiatan (langkah) sampai peninjauan kembali pelaksanaan kegiatan. Gagasan
dasar MBO adalah bahwa MBO merupakan proses partisipatif, secara aktif
melibatkan manajer dan para anggota pada setiap tingkatan organisasi. Bidang pokok tujuan adalah :
Posisi Pasar, Inovasi, Produktivitas, Sumber Daya Fisik Serta Keuangan. MBO
dapat dicapai melalui beberapa upaya untuk efektivitas dari program MBO (unsur
evektifitas MBO) , yaitu :
- Pendidikan dan pelatihan bagai manajer
- Keterikatan antara tujuan pribadi dan tujuan organisasi
- Pelaksanaan umpan balik secara efektif
- Didorong adanya peserta dari bawahan
Keunggulan dari manajemen berdasarkan sasaran MBO
adalah Meningkatkan
komunikasi antara manajer dan bawahan. Rangkaian tujuan sebagai bagian proses
MBO harus spesifik dan dapat diukur.
1. Kekuatan Dan
Kelemahan MBO
a. Kebaikan-kebaikan program MBO :
a. Kebaikan-kebaikan program MBO :
§ Memungkinkan para individu mengetahui
apa yang diharapkan dari mereka
§ Membantu dalam proses perencanaan dengan
membuat para manajer menetapakan tujuan dan sasaran
§ Memperbaiki komunikasi antara manajer
dan bawahan
§ Membuat individu lebih memusatkan
perhatiannya pada tujuan organisasi
§ Membuat proses evaluasi lebih dapat
disamakan melalui pemusatan pada pencapaian tujuan tertentu
b.
Kelemahan-kelemahan MBO, mempunyai 2 katagori :
§ Kelemahan-Kelemahan yang melekat
(inherent) mencakup konsumsi waktu dan usaha yang cukup besar dalam proses
belajar untuk menggunakan teknik-teknik MBO, serta meningkatkan banyaknya
kertas kerja
§ Menyangkut masalah pokok yang harus dikendalikan
agar program MBO sukses :
a.
Gaya dan dukungan manajemen
b.
Penyesuaian dan perubagan MBO
c.
Keterampilan- Keterampilan antar pribadi
d.
Deskripsi jabatan
e.
Penetapan dan pengorganisasian tujuan
f.
Pengawasan metoda pencapaian tujuan
g.
Konflik anatara kreativitas dan MBO
B.
Pengambilan Keputusan
1.1 Pengertian
Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan sangat penting dalam manajemen dan
merupakan tugas utama dari seorang pemimpin (manajer). Pengambilan keputusan
(decision making) diproses oleh pengambilan keputusan (decision maker) yang
hasilnya keputusan (decision). Di bawah ini adalah pendapat para ahli tentang
definisi Pengambilan Keputusan.
a. G. R. Terry
Pengambilan
keputusan dapat didefenisikan sebagai “pemilihan alternatif kelakuan tertentu
dari dua atau lebih alternatif yang ada”.
b. Harold Koontz dan Cyril O’Donnel
Pengambilan
keputusan adalah pemilihan diantara alternatif-alternatif mengenai sesuatu cara
bertindak—adalah inti dari perencanaan. Suatu rencana dapat dikatakan tidak
ada, jika tidak ada keputusan suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau
reputasi yang telah dibuat.
c. Theo Haiman
Inti
dari semua perencanaan adalah pengambilan keputusan, suatu pemilihan cara
bertindak. Dalam hubungan ini kita melihat keputusan sebagai suatu cara bertindak
yang dipilih oleh manajer sebagai suatu yang paling efektif, berarti penempatan
untuk mencapai sasaran dan pemecahan masalah.
d. Drs. H. Malayu S.P Hasibuan
Pengambilan
keputusan adalah suatu proses penentuan keputusan yang terbaik dari sejumlah
alternative untuk melakukan aktifitas-aktifitas pada masa yang akan datang.
e. Chester I. Barnard
Keputusan
adalah perilaku organisasi, berintisari perilaku perorangan dan dalam gambaran
proses keputusan ini secara relative dan dapat dikatakan bahwa pengertian tingkah
laku organisasi lebih penting dari pada kepentingan perorangan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah proses pemilihan alternatif
solusi untuk masalah. Secara umum pengambilan keputusan adalah upaya untuk menyelesaikan
masalah dengan memilih alternatif solusi yang ada.
1.1 Teori Pengambilan Keputusan
a. Teori Rasional Komprehensif
Teori pengambilan keputusan yang paling dikenal dan mungkin
pula yang banyak diterima oleh kalangan luas ialah teori rasional komprehensif.
Unsur-unsur utama dari teori ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
- Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang dapat dibedakan dari masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai sebagai masalah-masalah yang dapat diperbandingkan satu sama lain.
- Tujuan-tujuan, nilai-nilai, atau sasaran yang mempedomani pembuat keputusan amat jelas dan dapat ditetapkan rangkingnya sesuai dengan urutan kepentingannya
- Berbagai altenatif untuk memecahkan masalah tersebut diteliti secara saksama.
- Akibat-akibat (biaya dan manfaat) yang ditmbulkan oleh setiap altenatif yang dipilih diteliti.
- Setiap alternatif dan masing-masing akibat yang menyertainya, dapat diperbandingkan dengan alternatif-altenatif lainnya.
- Pembuat keputusan akan memilih alternatif dan akibat-akibatnya yang dapat memaksimasi tercapainya tujuan, nilai atau sasaran yang telah digariskan.
Teori rasional komprehensif banyak
mendapatkan kritik dan kritik yang paling tajam berasal dari seorang ahli
Ekonomi dan Matematika Charles Lindblom (1965 , 1964, 1959) Lindblom secara
tegas menyatakan bahwa para pembuat keputusan itu sebenarya tidaklah berhadapan
dengan masalah-masalah yang konkrit dan terumuskan dengan jelas.
Lebih lanjut, pembuat keputusan
kemungkinan juga sulit untuk memilah-milah secara tegas antara nilai-nilainya
sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini masyarakat. Asumsi penganjur model
rasionar bahwa antara fakta-fakta dan nilai-nilai dapat dengan mudah dibedakan,
bahkan dipisahkan, tidak pemah terbukti dalam kenyataan sehari-hari. Akhirnya,
masih ada masalah yang disebut sunk cost, keputusan - keputusan,
kesepakatan-kesepakatan dan investasi terdahulu dalam kebijaksanaan dan
program-program yang ada sekarang kemungkinan akan mencegah pembuat keputusan
untuk membuat keputusan yang berbeda sama sekali dari yang sudah ada.
Untuk konteks negara-negara sedang
berkembang, menurut Rs. Milne (1972), model irasionar komprehensif ini jelas
tidak akan muduh diterapkan. Sebabnya ialah informasi/data statistik tidak
memadai, tidak memadainya perangkat teori yang siap pakai untuk kondisi- kondisi
negara sedang berkembang, ekologi budaya di mana sistem pembuatan keputusan itu
beroperasi juga tidak mendukung birokrasi di negara sedang-berkembang umumnya
dikenal amat lemah dan tidak sanggup memasok unsur-unsur rasionar dalam
pengambilan keputusan.
b. Teori Inkremental.
Teori inkremental dalam pengambilan keputusan mencerminkan
suatu teori pengambilan keputusan yang menghindari banyak masalah yang harus
dipertimbangkan (seperti daram teori rasional komprehensif) dan, pada saat yang
sama, merupakan teori yang lebih banyak menggambarkan cara yang ditempuh oleh
pejabat-pejabat pemerintah dalam mengambil kepurusan sehari-hari.
Pokok-pokok teori inkremental ini
dapat diuraikan sebagai berikut:
- Pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis tindakan empiris yang diperlukan untuk mencapainya dipandang sebagai sesuatu hal yang saling terkait daripada sebagai sesuatu hal yang saling terpisah.
- Pembuat keputusan dianggap hanya mempertimbangkan beberapa altematif yang langsung berhubungan dengan pokok masalah dan altematif-alternatif ini hanya dipandang berbeda secara inkremental atau marginal bila dibandingkan dengan kebijaksanaan yang ada sekarang.
- Bagi tiap altematif hanya sejumlah kecil akibat-akibat yang mendasar saja yang akan dievaluasi.
- Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan akan didedifinisikan secara terarur. Pandangan inkrementalisme memberikan kemungkin untuk mempertimbangkan dan menyesuaikan tujuan dan sarana serta sarana dan tujuan sehingga menjadikan dampak dari masalah itu lebih dapat ditanggulangi.
- Bahwa tidak ada keputusan atau cara pemecahan yang tepat bagi tiap masalah. Batu uji bagi keputusan yang baik terletak pada keyakinan bahwa berbagai analisis pada akhirnya akan sepakat pada keputusan tertentu meskipun tanpa menyepakati bahwa keputusan itu adalah yang paling tepat sebagai sarana untuk mencapai tujuan.
- Pembuatan keputusan yang inkremental pada hakikatnya bersifat perbaikan-perbaikan kecil dan hal ini lebih diarahkan untuk memperbaiki ketidaksempunaan dari upaya-upaya konkrit dalam mengatasi masalahsosial yang ada sekarang daripada sebagai upaya untuk menyodorkan tujuan-tujuan sosial yang sama sekali baru di masa yang akan datang.
Keputusan-keputusan dan
kebijaksanaan-kebijaksanaan pada hakikatnya merupakan produk dari saling
memberi dan menerima dan saling percaya di antara pelbagai pihak yang terlibat
dalam proses keputusan tersebut. Dalam masyarakat yang strukturnya majemuk
paham lnkremental ini secara politis lebih aman karena akan lebih gampang untuk
mencapai kesepakatan apabila masalah-masalah yang diperdebatkan oleh berbagai
kelompok yang terlibat hanyalah bersifat upaya untuk memodifikasi terhadap
program-program yang sudah ada daripada jika hal tersebut menyangkut isu-isu
kebijaksanaan mengenai perubahan-perubahan yang radikal yang memiliki sifat ”
ambil semua atau tidak sama sekali.
Karena para pembuat keputusan itu
berada dalam keadaan yang serba tidak pasti khususnya yang menyangkut
akibat-akibat dari tindakan-tindakan mereka di masa datang, maka keputusan yang
bersifat inkremental ini akan dapat mengurangi resiko dan biaya yang
ditimbulkan oleh suasana ketidakpastian itu Paham inkremental ini juga cukup
rcalistis karena ia menyadari bahwa para pembuat keputusan sebenamya kurang
waktu, kurang pengalaman dan kurang sumber-sumber lain yang diperlukan untuk
melakukan analisis yang komprehensif terhadap semua altematif untuk memecahkan
masalah-masalah yang ada.
c. Teori Pengamatan Terpadu (Mixed Scanning Theory)
Penganjur teori ini adalah ahli sosiologi organisasi Amitai
Etzioni. Etzioni setuju terhadap kritik-kritik para teoritisi inkremental yang
diarahkan pada teori rasional komprehensif, akan tetapi ia juga menunjukkan
adanya beberapa kelemahan yang terdapat pada teori inkremental. Misalnya,
keputusan-keputusan yang dibuat oleh pembuat keputusan penganut model
inkremental akan lebih mewakili atau mencerminkan kepentingan-kepentingan dari
kelompok-kelompok yang kuat dan mapan serta kelompok-kelompok yang mampu
mengorganisasikan kepentingannya dalam masyarakat, sementara itu
kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok yang lemah dan yang secara
politis tidak mampu mengorganisasikan kepentingannya praktis akan terabaikan.
Lebih lanjut dengan memusatkan
perhatiannya pada kepentingan/tujuan jangka pendek dan hanya berusaha untuk
memperhatikan variasi yang terbatas dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ada
sekarang, maka model inkremental cenderung mengabaikan peluang bagi perlunya
pembaruan sosial (social inovation) yang mendasar.
Oleh karena itu, menurut Yehezkel
Dror (1968) gaya inkremental dalam pembuatan keputusan cenderung menghasilkan
kelambanan dan terpeliharanya status quo, sehingga merintangi upaya
menyempurnakan proses pembuatan keputusan itu sendiri. Bagi sarjana seperti
Dror yang pada dasamya merupakan salah seorang penganjur teori rasional yang
terkemuka - model inkremental ini justru dianggapnya merupakan strategi yang
tidak cocok untuk diterapkan di negara-negara sedang berkembang, sebab di
negara-negara ini perubahan yang kecil-kecilan (inkremental) tidaklah memadai
guna tercapainya hasil berupa perbaikan-perbaikan besar-besaran.
Model pengamatan terpadu juga
memperhitungkan tingkat kemampuan para pembuat keputusan yang berbeda-beda.
Secara umum dapat dikatakan, bahwa semakin besar kemampuan para pembuat
keputusan untuk memobilisasikan kekuasaannya guna mengimplementasikan
keputusan-keputusan mereka, semakin besar keperluannya untuk melakukan scanning
dan semakin menyeluruh scanning itu, semakin efektif pengambilan keputusan
tersebut. Dengan demikian, model pengamatan terpadu ini pada hakikatnya
merupakan pendekatan kompromi yang menggabungkan pemanfaatan model rasional
komprehensif dan moder inkremental dalam proses pengambilan keputusan.
1.2 Kriteria Pengambilan Keputusan
Menurut
konsepsi Anderson, nilai-nilai yang kemungkinan menjadi pedoman perilaku para
pembuat keputusan itu dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori, yaitu:
a. Nilai-nilai Politik
Pembuat
keputusan mungkin melakukan penilaian atas altematif kebijaksanaan yang
dipilihnya dari sudut pentingnya altematif-altematil itu bagi partai politiknya
atau bagi kelompok-kelompok klien dari badan atau organisasi yang dipimpinnya.
Keputusan-keputusan yang lahir dari tangan para pembuat keputusan seperti ini bukan
mustahil dibuat demi keuntungan politik’ dan kebijaksanaan dengan demikian akan
dilihat sebagai instrumen untuk memperluas pengaruh-pengaruh politik atau untuk
mencapai tujuan dan kepentingan dari partai politik atau tujuan dari kelompok
kepentingan yang bersangkutan.
b. Nilai-nilai organisasi
Para
pembuat kepurusan, khususnya birokrat (sipil atau militer), mungkin dalam
mengambil keputusan dipengaruhi oleh nilai-nilai organisasi di mana ia terlibat
di dalamnya’ Organisasi, semisal badan-badan administrasi, menggunakan berbagai
bentuk ganjaran dan sanksi dalam usahanya untuk memaksa para anggotanya
menerima, dan bertindak sejalan dengan nilai-nilai yang telah digariskan oleh
organisasi. Sepanjang nilai-nilai semacam itu ada, orang-orang yang bertindak selaku
pengambil keputusan dalam organisasi itu kemungkinan akan dipedomani oleh
pertimbangan-pertimbangan semacam itu sebagai perwujudan dari hasrat untuk
melihat organisasinya tetap lestari, unuk tetap maju atau untuk memperlancar
program-program dan kegiatan-kegiatannya atau atau untuk mempertahankan
kekuasaan dan hak-hak istimewa yang selama ini dinikmati.
c. Nilai-nilai Pribadi
Hasrat
untuk melindungi atau memenuhi kesejateraan atau kebutuhan fisik atau kebutuhan
finansial, reputasi diri, atau posisi historis kemungkinan juga digunakan- oleh
para pembuat keputusan sebagai kriteria dalam pengambilan keputusan.
Para politisi yang menerima uang sogok untuk membuat kepurusan tertentu yang menguntungkan si pemberi uang sogok, misalnya sebagai hadiah pemberian perizinan atau penandatanganan kontrak pembangunan proyek tertentu, jelas mempunyai kepentingan pribadi dalam benaknya. Seorang presiden yang mengatakan di depan para wartawan bahwa ia akan menggebut siapa saja yang bertindak inkonstirusional, jelas juga dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan pribadinya, misalnya agar ia mendapat tempat terhormat dalam sejarah bangsa sebagai seseorang yang konsisten dan nasionalis.
Para politisi yang menerima uang sogok untuk membuat kepurusan tertentu yang menguntungkan si pemberi uang sogok, misalnya sebagai hadiah pemberian perizinan atau penandatanganan kontrak pembangunan proyek tertentu, jelas mempunyai kepentingan pribadi dalam benaknya. Seorang presiden yang mengatakan di depan para wartawan bahwa ia akan menggebut siapa saja yang bertindak inkonstirusional, jelas juga dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan pribadinya, misalnya agar ia mendapat tempat terhormat dalam sejarah bangsa sebagai seseorang yang konsisten dan nasionalis.
d. Nilai-nilai Kebijaksanaan
Dari
perbincangan di atas, satu hal hendaklah dicamkan, yakni janganlah kita
mempunyai anggapan yang sinis dan kemudian menarik kesimpulan bahwa para
pengambil keputusan politik ini semata-mata hanyalah dipengaruhi oleh
pertimbangan-penimbangan demi keuntungan politik, organisasi atau pribadi.
Sebab, para pembuat keputusan mungkin pula bertindak berdasarkan atas persepsi
mereka terhadap kepentingan umum atau keyakinan tertentu mengenai kebijaksanaan
negara apa yang sekiranya secara moral tepat dan benar. Seorang wakil rakyat
yang mempejuangkan undang-undang hak kebebasan sipil mungkin akan bertindak
sejalan dengan itu karena ia yakin bahwa tindakan itulah yang secara moral
benar, dan bahwa persamaan hak-hak sipil itu memang merupakan tujuan
kebijaksanaan negara yang diinginkan, tanpa mempedulikan bahwa perjuangan itu
mungkin akan menyebabkannya mengalami resiko-resiko politik yang fatal.
e. Nilai-nilai Ideologis
Ideologi
pada hakikatnya merupakan serangkaian nilai-nilai dan keyakinan yang secara
logis saling berkaitan yang mencerminkan gambaran sederhana mengenai dunia
serta berfungsi sebagai pedoman benindak bagi masyarakat yang meyakininya. Di
berbagai negara sedang berkembang di kawasan Asia, Afrika dan Timur Tengah
nasionalisme yang mencerminkan hasrat dari orang-orang atau bangsa yang
bersangkutan untuk merdeka dan menentukan nasibnya sendiri — telah memberikan
peran penting dalam mewamai kebijaksanaan luar negeri maupun dalam negeri
mereka. Pada masa gerakan nasional menuju kemerdekaan, nasionalisme telah
berfungsi sebagai minyak bakar yang mengobarkan semangat perjuangan bangsa-bangsa
di negara-negara sedang berkembang melawan kekuatan kolonial.
Di Indonesia, ideologi Pancasila
setidaknya bila dilihat dari sudut perilaku politik regim, telah berfungsi
sebagai resep untuk melaksanakan perubahan sosial dan ekonomi. Bahkan ideologi
ini kerapkali juga dipergunakan sebagai instrumen pengukur legitimasi bagi
partisipasi politik atau partisipasi dalam kegiatan pembangunan yang dilakukan
oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat (Abdul Wahab, Solichin, 1987).
1.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan
Keputusan
a. Komposisi kelompok.
Ada 4 hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun komposisi
kelompok.
§ Penerimaan tujuan umum; mempengaruhi
kerjasama dan tukar informasi.
§ Pembagian (divisibilitas) tugas
kelompok; tidak semua tugas dapat dibagi.
§ Komunikasi dan status struktur;
biasanya yang osisinya tertinggi paling mendominasi dalam kelompok.
§ Ukuran kelompok; semakin besar
kelompok semakin menyebar opini, konsekuensinya adalah semakin lemah
partisipasi individu dalam kelompok tersebut.
b. Kesamaan anggota kelompok Keputusan
kelompok akan cepat dan mudah dibuat bila anggota kelompok sama satu dengan
yang lain.
c. Pengaruh (pengkutuban) polarisasi
kelompok. Seringkali keputusan yang dibuat kelompok lebih ekstrim dibandingkan
keputusan individu. Hal itu disebabkan karena adanya perbadingan sosial. Tidak
semua orang berada di atas rata-rata. Oleh karena itu untuk mengimbanginya
perlu dibuat keputusan yang jauh dari pendapat orang tersebut.
1.4 Model dan Langkah-Langkah
Pengambilan Keputusan
Berikut ini adalah Model Pengambilan
Keputusan:
a. Model Pengambilan Keputusan dalam
Keadaan Kepastian (Certainty).
Menggambarkan
bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) hanya mempunyai satu hasil (pay off
tunggal). Model ini disebut juga Model Kepastian/ Deterministik.
b. Model Pengambilan Keputusan dalam
kondisi Berisiko (Risk).
Menggambarkan
bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) mempunyai sejumlah kemungkinan
hasil dan masing-masing kemungkinan hasil probabilitasnya dapat diperhitungakan
atau dapat diketahui. Model Keputusan dengan Risiko ini disebut juga Model
Stokastik.
c. Model Pengambilan Keputusan dengan
Ketidakpastian (Uncertainty).
Menggambarkan
bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) mempunyai sejumlah kemungkinan
hasil dan masing-masing kemungkinan hasil probabilitasnya tidak dapat
diketahui/ditentukan. Model Keputusan dengan kondisi seperti ini adalah situasi
yang paling sulit untuk pengambilan keputusan. (Kondisi yang penuh
ketidakpastian ini relevan dengan apa yang dipelajari dalam Game Theory).
Berikut ini adalah Langkah-Langkah
Pengambilan Keputusan:
- Proses identifikasi atau perumusan persoalan keputusan. Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Penggunaan seven tools dalam manajemen biasanya dapat membantu proses identifikasi ini.
- Penetapan parameter dan variabel yang merupakan bagian dari sebuah persoalan keputusan. Biasanya pemecahan masalah yang menggunakan model matematika sangat memerlukan adanya variabel yang terukur.
- Penetapan alternatif-alternatif pemecahan persoalan. Alternatif pemecahan masalah didapatkan dari analisis pemecahaan masalah.
- Penetapan kriteria pemilihan alternatif untuk mendapatkan alternatif yang terbaik. Biasanya kriteria pemilihan ini didasarkan pada pay off atau hasil dari keputusan.
- Pelaksanaan keputusan dan evaluasi hasilnya. Tahap ini disebut tahap implementasi, dimana alternatif solusi yang terpilih akan diterapkan dalam jangka waktu tertentu dan setelah itu akan dievaluasi hasilnya berdasarkan peningkatan atau penurunan pay off atau hasil.
No comments:
Post a Comment