Monday, 21 April 2014

pengantar manajemen, penetapan tujuan dan MBO



BAB II

1.        Pembahasan

A.  Penetapan Tujuan

1.1  Pengertian Penetapan Tujuan
Para manajer sering membuat kesalahan yang sama. Mereka memulai kegiatan-kegiatan dan membuat keputusan-keputusan tanpa penetapan suatu kerangka tujuan-tujuan terlebih dahulu, dimana hal ini akan mengarahkan pembuatan keputusan dalam organisasi. Tujuan itu sendiri adalah suatu hasil akhir, titik akhir, atau segala sesuatu yang akan dicapai. Seorang manajer personalia mungkin mempunyai tujuan untuk menarik beberapa orang operator mesin bulan depan, atau seorang mekanik pemiliharaan mempunyai tujuan untuk 8tersebut dapat juga disebut sasaran atau target.

1.2  Misi dan Tujuan Organisasi
Sebelum menentukan tujuan – tujuan terlebih dahulu harus menetapkan misi organisasi. Misi adalah suatu pernyataan umum dan abadi tentang maksud organisasi. Misi Organisasi  adalah maksud khas (unik) dan mendasar yang membedakan organisasi dari organisasi lainnya dan mengidentifikasikan ruang lingkup operasi dalam hal produk dan pasar.
Tujuan Organisasi merupakan pernyataan tentang keadaaan atau situasi yang tidak terdapat sekarang tetapi untuk dicapai diwaktu yang akan datang melalui kegiatan – kegiatan organisasi. Tujuan umum (tujuan strategic) yang dipilih akan menentukan kegiatan – kegiatan dan mengikat sumber daya-sumberW daya untuk jangka waktu yang panjang. Tujuan khusus secara fungsional berdiri sendiri tetapi secara operasional terangkai dalam pemberian pedoman pencapaian tujuan organisasi.



1.3  Fungsi dan Tipe-tipe Tujuan Organisasi
            Konsep tujuan organisasi dipandang secara luas mempunyai beberapa fungsi penting yang bervariasi menurut waktu dan keadaan. Berbagai fungsi tujuan antara lain :
  1. Pedoman bagi kegiatan, melalui penggambaran hasil akhir diwaktu yang akan datang. Memberikan arah dan pemusatan kegiatan organisasi mengenai apa yang harus atau tidak dilakukan.
  2. Sumber legitimasi, melalui pembenaran kegiatan – kegiatannya.
Akan meningkatkan kemampuan organisasi untuk mendapatkan berbagai sumber daya dan dukungan dari lingkungan sekitarnya.
  1. Standar pelaksanaan, memberikan standar langsung bagi penilaian pelaksanaan kegiatan (prestasi organisasi).
  2. Sumber motivasi, karena sering memberikan insentif bagi para anggota.
5.      Dasar rasional pengorganisasian, karena antara tujuan dan struktur organisasi saling berinteraksi dalam kegiatan – kegiatan untuk mencapai tujuan.
Dalam pencapaian tujuan terdapat beberapa tipe yang membantu proses penetapan tujuan organisasi Kelima tipe tujuan dapat diperinci sebagai berikut:
1.      Tujuan Kemasyarakatan (social goals), masyarakat pada umumnya dan berkenan dengan kelas-kelas organisasi luas yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia.
2.      Tujuan Keluaran (output goals), publik dalam hubungannya dengan organisasi dan berkenaan dengan jenis-jenis keluaran tertentu dalam bentuk fungsi-fungsi konsumen.
3.      Tujuan Sistem (system goals), cara pelaksanaan fungsi organisasi tidak  tergantung pada barang atau jasa yang diproduksi. Contoh: Laba.
4.      Tujuan Product (product goals) atau tujuan karakteristik produk, karakteristik barang-barang atau jasa yang diproduksi.
5.      Tujuan Turunan (derived goals), yang digunakan organisasi untuk meletakkan kekuasaannya dalam pencapaian tujuan-tujuan.



1.4  Proses Penetapan dan Bidang-Bidang Tujuan
Merupakan usaha untuk menciptakan nilai-nilai tertentu melalui berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan organisasi. 6 Unsur dasar yang melatarbelakangi penetapan tujuan organisasi adalah :
  1. Barang dan jasa yang diproduksi organisasi akan dapat memberikan berbagai manfaat, paling sedikit sama dengan harganya
  2. Barang dan jasa dapat memuaskankebutuhan konsumen/ langganan
  3. Teknologi yang digunakan dalam proses produksi akan menghasilkan barang dan jasa dengan biaya dan kualitas bersaing
  4. Kerja keras dan dukungan seluruh sumber dayanya, organisasi dapat beroperasi dengan baik
  5. Pelayanan manajemen akan memberikan public image yang mengguntungkan, sehingga mereka bersedia menanamkan modal dan menyumbangkan tenaganya untuk membantu sukses organisasi
  6. Perusahaan mempunyai konsep diri (self concept) yang dapat dikomunikasikan dan ditularkan kepada para karyawan dan pemegang saham organisasi.

Peter Drucker dan GE, mengidentifikasikan 8 bidang pokok di mana perusahaan harus menetapkan tujuan :
  1. Posisi Pasar.
Perusahaan harus menetapkan tujuan mengenai bagian pasar yang akan “direbut”. Bagian pasar yang paling baik dapat ditentukan melalui analisa 1) langganan dan produk atau jasa, 2) segmen pasar (kelompok yang membeli produk atau jasa) dan 3) saluran distribusi.
  1. Produkivitas / Efisiensia.
Rasio antara masukkan (tenaga kerja, peralatan dan keuangan) dengan keluaran organisasi. Tujuan produktifitas dapat ditetapkan dalam beberapa bidang, mencakup metode-metode kerja, kemajuan mesin dan peralatan, dan peningkatan efisiensi karyawan.


  1. Sumber Daya Fisik dan Keuangan.
Tujuan harus ditetapkan dengan memperhatikan mesin dan peralatan serta penyediaan bahan baku.
  1. Profitabilitas.
Tujuan-tujuan laba penting untuk mencapai tujuan-tujuan lain, menyangkut:
1) penelitian dan pengembangan yang dibutuhkan untuk inovasi.
2) kekuatan keuangan untuk mengganti mesin dan peralatan.
3) pengupahan yang dibutuhkan untuk menarik personalia.
  1. Inovasi.
Ada kebutuhan terus-menerus akan produk atau jasa baru dan inovatif. Walaupun sesuatu yang baru selalu mengandung resiko, tetapi juga mempunyai kemungkinan hasil yang tinggi.
  1. Prestasi dan Sikap Karyawan.
Karyawan operatif melaksanakan sebagian besar pekerjaan normal dan rutin di setiap organisasi.
  1. Prestasi dan Pengembangan Manajer.
Kelangsungan hidup banyak organisasi tergantung pada kekuatan manajemen yang inovatif. Organisasi perlu mentapkan tujuan sehubungan dengan kualitas pelaksanaan manajemen dan untuk menjamin pengembangan para manajer di semua tingkatan.
  1. Tanggung Jawab Sosial dan Publik.
Tujuan-tujuan ini ditetapkan perusahaan untuk menangani boikot publik, kegiatan-kegiatan hukum, kegiatan-kegiatan pemerintah, kelompok-kelompok berkepentingan, dsb.

1.5  Management By Objectives
Berkenaan dengan penetapan prosedur-prosedur formal yang dimulai dengan penetapan tujuan dan dilanjutkan dengan serangkaian kegiatan (langkah) sampai peninjauan kembali pelaksanaan kegiatan. Gagasan dasar MBO adalah bahwa MBO merupakan proses partisipatif, secara aktif melibatkan manajer dan para anggota pada setiap tingkatan organisasi. Bidang pokok tujuan adalah : Posisi Pasar, Inovasi, Produktivitas, Sumber Daya Fisik Serta Keuangan. MBO dapat dicapai melalui beberapa upaya untuk efektivitas dari program MBO (unsur evektifitas MBO) , yaitu :
  1. Pendidikan dan pelatihan bagai manajer
  2. Keterikatan antara tujuan pribadi dan tujuan organisasi
  3. Pelaksanaan umpan balik secara efektif
  4. Didorong adanya peserta dari bawahan
Keunggulan dari manajemen berdasarkan sasaran MBO adalah Meningkatkan komunikasi antara manajer dan bawahan. Rangkaian tujuan sebagai bagian proses MBO harus spesifik dan dapat diukur.
1.      Kekuatan Dan Kelemahan MBO
a. Kebaikan-kebaikan program MBO :
§  Memungkinkan para individu mengetahui apa yang diharapkan dari mereka
§  Membantu dalam proses perencanaan dengan membuat para manajer menetapakan tujuan dan sasaran
§  Memperbaiki komunikasi antara manajer dan bawahan
§  Membuat individu lebih memusatkan perhatiannya pada tujuan organisasi
§  Membuat proses evaluasi lebih dapat disamakan melalui pemusatan pada pencapaian tujuan tertentu

b. Kelemahan-kelemahan MBO, mempunyai 2 katagori :
§  Kelemahan-Kelemahan yang melekat (inherent) mencakup konsumsi waktu dan usaha yang cukup besar dalam proses belajar untuk menggunakan teknik-teknik MBO, serta meningkatkan banyaknya kertas kerja
§  Menyangkut masalah pokok yang harus dikendalikan agar program MBO sukses :
a.                   Gaya dan dukungan manajemen
b.                   Penyesuaian dan perubagan MBO
c.                   Keterampilan- Keterampilan antar pribadi
d.                  Deskripsi jabatan
e.                   Penetapan dan pengorganisasian tujuan
f.                    Pengawasan metoda pencapaian tujuan
g.                   Konflik anatara kreativitas dan MBO

B.  Pengambilan Keputusan

1.1  Pengertian Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan sangat penting dalam manajemen dan merupakan tugas utama dari seorang pemimpin (manajer). Pengambilan keputusan (decision making) diproses oleh pengambilan keputusan (decision maker) yang hasilnya keputusan (decision). Di bawah ini adalah pendapat para ahli tentang definisi Pengambilan Keputusan.
a.  G. R. Terry
Pengambilan keputusan dapat didefenisikan sebagai “pemilihan alternatif kelakuan tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada”.

b. Harold Koontz dan Cyril O’Donnel
Pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif-alternatif mengenai sesuatu cara bertindak—adalah inti dari perencanaan. Suatu rencana dapat dikatakan tidak ada, jika tidak ada keputusan suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.

c.  Theo Haiman
Inti dari semua perencanaan adalah pengambilan keputusan, suatu pemilihan cara bertindak. Dalam hubungan ini kita melihat keputusan sebagai suatu cara bertindak yang dipilih oleh manajer sebagai suatu yang paling efektif, berarti penempatan untuk mencapai sasaran dan pemecahan masalah.

d. Drs. H. Malayu S.P Hasibuan
Pengambilan keputusan adalah suatu proses penentuan keputusan yang terbaik dari sejumlah alternative untuk melakukan aktifitas-aktifitas pada masa yang akan datang.

e.  Chester I. Barnard
Keputusan adalah perilaku organisasi, berintisari perilaku perorangan dan dalam gambaran proses keputusan ini secara relative dan dapat dikatakan bahwa pengertian tingkah laku organisasi lebih penting dari pada kepentingan perorangan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah proses pemilihan alternatif solusi untuk masalah. Secara umum pengambilan keputusan adalah upaya untuk menyelesaikan masalah dengan memilih alternatif solusi yang ada.

1.1  Teori Pengambilan Keputusan
a.    Teori Rasional Komprehensif
Teori pengambilan keputusan yang paling dikenal dan mungkin pula yang banyak diterima oleh kalangan luas ialah teori rasional komprehensif. Unsur-unsur utama dari teori ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
  1.  Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang dapat dibedakan dari masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai sebagai masalah-masalah yang dapat diperbandingkan satu sama lain.
  2. Tujuan-tujuan, nilai-nilai, atau sasaran yang mempedomani pembuat keputusan amat jelas dan dapat ditetapkan rangkingnya sesuai dengan urutan kepentingannya
  3. Berbagai altenatif untuk memecahkan masalah tersebut diteliti secara saksama.
  4. Akibat-akibat (biaya dan manfaat) yang ditmbulkan oleh setiap altenatif yang dipilih diteliti.
  5. Setiap alternatif dan masing-masing akibat yang menyertainya, dapat diperbandingkan dengan alternatif-altenatif lainnya.
  6. Pembuat keputusan akan memilih alternatif dan akibat-akibatnya yang dapat memaksimasi tercapainya tujuan, nilai atau sasaran yang telah digariskan.
Teori rasional komprehensif banyak mendapatkan kritik dan kritik yang paling tajam berasal dari seorang ahli Ekonomi dan Matematika Charles Lindblom (1965 , 1964, 1959) Lindblom secara tegas menyatakan bahwa para pembuat keputusan itu sebenarya tidaklah berhadapan dengan masalah-masalah yang konkrit dan terumuskan dengan jelas.
Lebih lanjut, pembuat keputusan kemungkinan juga sulit untuk memilah-milah secara tegas antara nilai-nilainya sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini masyarakat. Asumsi penganjur model rasionar bahwa antara fakta-fakta dan nilai-nilai dapat dengan mudah dibedakan, bahkan dipisahkan, tidak pemah terbukti dalam kenyataan sehari-hari. Akhirnya, masih ada masalah yang disebut sunk cost, keputusan - keputusan, kesepakatan-kesepakatan dan investasi terdahulu dalam kebijaksanaan dan program-program yang ada sekarang kemungkinan akan mencegah pembuat keputusan untuk membuat keputusan yang berbeda sama sekali dari yang sudah ada.
Untuk konteks negara-negara sedang berkembang, menurut Rs. Milne (1972), model irasionar komprehensif ini jelas tidak akan muduh diterapkan. Sebabnya ialah informasi/data statistik tidak memadai, tidak memadainya perangkat teori yang siap pakai untuk kondisi- kondisi negara sedang berkembang, ekologi budaya di mana sistem pembuatan keputusan itu beroperasi juga tidak mendukung birokrasi di negara sedang-berkembang umumnya dikenal amat lemah dan tidak sanggup memasok unsur-unsur rasionar dalam pengambilan keputusan.

b.    Teori Inkremental.
Teori inkremental dalam pengambilan keputusan mencerminkan suatu teori pengambilan keputusan yang menghindari banyak masalah yang harus dipertimbangkan (seperti daram teori rasional komprehensif) dan, pada saat yang sama, merupakan teori yang lebih banyak menggambarkan cara yang ditempuh oleh pejabat-pejabat pemerintah dalam mengambil kepurusan sehari-hari.
Pokok-pokok teori inkremental ini dapat diuraikan sebagai berikut:
  1. Pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis tindakan empiris yang diperlukan untuk mencapainya dipandang sebagai sesuatu hal yang saling terkait daripada sebagai sesuatu hal yang saling terpisah.
  2.  Pembuat keputusan dianggap hanya mempertimbangkan beberapa altematif yang langsung berhubungan dengan pokok masalah dan altematif-alternatif ini hanya dipandang berbeda secara inkremental atau marginal bila dibandingkan dengan kebijaksanaan yang ada sekarang.
  3. Bagi tiap altematif hanya sejumlah kecil akibat-akibat yang mendasar saja yang akan dievaluasi.
  4. Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan akan didedifinisikan secara terarur. Pandangan inkrementalisme memberikan kemungkin untuk mempertimbangkan dan menyesuaikan tujuan dan sarana serta sarana dan tujuan sehingga menjadikan dampak dari masalah itu lebih dapat ditanggulangi.
  5.  Bahwa tidak ada keputusan atau cara pemecahan yang tepat bagi tiap masalah. Batu uji bagi keputusan yang baik terletak pada keyakinan bahwa berbagai analisis pada akhirnya akan sepakat pada keputusan tertentu meskipun tanpa menyepakati bahwa keputusan itu adalah yang paling tepat sebagai sarana untuk mencapai tujuan.
  6.  Pembuatan keputusan yang inkremental pada hakikatnya bersifat perbaikan-perbaikan kecil dan hal ini lebih diarahkan untuk memperbaiki ketidaksempunaan dari upaya-upaya konkrit dalam mengatasi masalahsosial yang ada sekarang daripada sebagai upaya untuk menyodorkan tujuan-tujuan sosial yang sama sekali baru di masa yang akan datang.

Keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pada hakikatnya merupakan produk dari saling memberi dan menerima dan saling percaya di antara pelbagai pihak yang terlibat dalam proses keputusan tersebut. Dalam masyarakat yang strukturnya majemuk paham lnkremental ini secara politis lebih aman karena akan lebih gampang untuk mencapai kesepakatan apabila masalah-masalah yang diperdebatkan oleh berbagai kelompok yang terlibat hanyalah bersifat upaya untuk memodifikasi terhadap program-program yang sudah ada daripada jika hal tersebut menyangkut isu-isu kebijaksanaan mengenai perubahan-perubahan yang radikal yang memiliki sifat ” ambil semua atau tidak sama sekali.
Karena para pembuat keputusan itu berada dalam keadaan yang serba tidak pasti khususnya yang menyangkut akibat-akibat dari tindakan-tindakan mereka di masa datang, maka keputusan yang bersifat inkremental ini akan dapat mengurangi resiko dan biaya yang ditimbulkan oleh suasana ketidakpastian itu Paham inkremental ini juga cukup rcalistis karena ia menyadari bahwa para pembuat keputusan sebenamya kurang waktu, kurang pengalaman dan kurang sumber-sumber lain yang diperlukan untuk melakukan analisis yang komprehensif terhadap semua altematif untuk memecahkan masalah-masalah yang ada.

c.    Teori Pengamatan Terpadu (Mixed Scanning Theory)
Penganjur teori ini adalah ahli sosiologi organisasi Amitai Etzioni. Etzioni setuju terhadap kritik-kritik para teoritisi inkremental yang diarahkan pada teori rasional komprehensif, akan tetapi ia juga menunjukkan adanya beberapa kelemahan yang terdapat pada teori inkremental. Misalnya, keputusan-keputusan yang dibuat oleh pembuat keputusan penganut model inkremental akan lebih mewakili atau mencerminkan kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok yang kuat dan mapan serta kelompok-kelompok yang mampu mengorganisasikan kepentingannya dalam masyarakat, sementara itu kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok yang lemah dan yang secara politis tidak mampu mengorganisasikan kepentingannya praktis akan terabaikan.
Lebih lanjut dengan memusatkan perhatiannya pada kepentingan/tujuan jangka pendek dan hanya berusaha untuk memperhatikan variasi yang terbatas dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ada sekarang, maka model inkremental cenderung mengabaikan peluang bagi perlunya pembaruan sosial (social inovation) yang mendasar.
Oleh karena itu, menurut Yehezkel Dror (1968) gaya inkremental dalam pembuatan keputusan cenderung menghasilkan kelambanan dan terpeliharanya status quo, sehingga merintangi upaya menyempurnakan proses pembuatan keputusan itu sendiri. Bagi sarjana seperti Dror yang pada dasamya merupakan salah seorang penganjur teori rasional yang terkemuka - model inkremental ini justru dianggapnya merupakan strategi yang tidak cocok untuk diterapkan di negara-negara sedang berkembang, sebab di negara-negara ini perubahan yang kecil-kecilan (inkremental) tidaklah memadai guna tercapainya hasil berupa perbaikan-perbaikan besar-besaran.
Model pengamatan terpadu juga memperhitungkan tingkat kemampuan para pembuat keputusan yang berbeda-beda. Secara umum dapat dikatakan, bahwa semakin besar kemampuan para pembuat keputusan untuk memobilisasikan kekuasaannya guna mengimplementasikan keputusan-keputusan mereka, semakin besar keperluannya untuk melakukan scanning dan semakin menyeluruh scanning itu, semakin efektif pengambilan keputusan tersebut. Dengan demikian, model pengamatan terpadu ini pada hakikatnya merupakan pendekatan kompromi yang menggabungkan pemanfaatan model rasional komprehensif dan moder inkremental dalam proses pengambilan keputusan.

1.2  Kriteria Pengambilan Keputusan
Menurut konsepsi Anderson, nilai-nilai yang kemungkinan menjadi pedoman perilaku para pembuat keputusan itu dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori, yaitu:
a.       Nilai-nilai Politik
Pembuat keputusan mungkin melakukan penilaian atas altematif kebijaksanaan yang dipilihnya dari sudut pentingnya altematif-altematil itu bagi partai politiknya atau bagi kelompok-kelompok klien dari badan atau organisasi yang dipimpinnya. Keputusan-keputusan yang lahir dari tangan para pembuat keputusan seperti ini bukan mustahil dibuat demi keuntungan politik’ dan kebijaksanaan dengan demikian akan dilihat sebagai instrumen untuk memperluas pengaruh-pengaruh politik atau untuk mencapai tujuan dan kepentingan dari partai politik atau tujuan dari kelompok kepentingan yang bersangkutan.
b.      Nilai-nilai organisasi
Para pembuat kepurusan, khususnya birokrat (sipil atau militer), mungkin dalam mengambil keputusan dipengaruhi oleh nilai-nilai organisasi di mana ia terlibat di dalamnya’ Organisasi, semisal badan-badan administrasi, menggunakan berbagai bentuk ganjaran dan sanksi dalam usahanya untuk memaksa para anggotanya menerima, dan bertindak sejalan dengan nilai-nilai yang telah digariskan oleh organisasi. Sepanjang nilai-nilai semacam itu ada, orang-orang yang bertindak selaku pengambil keputusan dalam organisasi itu kemungkinan akan dipedomani oleh pertimbangan-pertimbangan semacam itu sebagai perwujudan dari hasrat untuk melihat organisasinya tetap lestari, unuk tetap maju atau untuk memperlancar program-program dan kegiatan-kegiatannya atau atau untuk mempertahankan kekuasaan dan hak-hak istimewa yang selama ini dinikmati.
c.       Nilai-nilai Pribadi
Hasrat untuk melindungi atau memenuhi kesejateraan atau kebutuhan fisik atau kebutuhan finansial, reputasi diri, atau posisi historis kemungkinan juga digunakan- oleh para pembuat keputusan sebagai kriteria dalam pengambilan keputusan.
Para politisi yang menerima uang sogok untuk membuat kepurusan tertentu yang menguntungkan si pemberi uang sogok, misalnya sebagai hadiah pemberian perizinan atau penandatanganan kontrak pembangunan proyek tertentu, jelas mempunyai kepentingan pribadi dalam benaknya. Seorang presiden yang mengatakan di depan para wartawan bahwa ia akan menggebut siapa saja yang bertindak inkonstirusional, jelas juga dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan pribadinya, misalnya agar ia mendapat tempat terhormat dalam sejarah bangsa sebagai seseorang yang konsisten dan nasionalis.
d.      Nilai-nilai Kebijaksanaan
Dari perbincangan di atas, satu hal hendaklah dicamkan, yakni janganlah kita mempunyai anggapan yang sinis dan kemudian menarik kesimpulan bahwa para pengambil keputusan politik ini semata-mata hanyalah dipengaruhi oleh pertimbangan-penimbangan demi keuntungan politik, organisasi atau pribadi. Sebab, para pembuat keputusan mungkin pula bertindak berdasarkan atas persepsi mereka terhadap kepentingan umum atau keyakinan tertentu mengenai kebijaksanaan negara apa yang sekiranya secara moral tepat dan benar. Seorang wakil rakyat yang mempejuangkan undang-undang hak kebebasan sipil mungkin akan bertindak sejalan dengan itu karena ia yakin bahwa tindakan itulah yang secara moral benar, dan bahwa persamaan hak-hak sipil itu memang merupakan tujuan kebijaksanaan negara yang diinginkan, tanpa mempedulikan bahwa perjuangan itu mungkin akan menyebabkannya mengalami resiko-resiko politik yang fatal.
e.       Nilai-nilai Ideologis
Ideologi pada hakikatnya merupakan serangkaian nilai-nilai dan keyakinan yang secara logis saling berkaitan yang mencerminkan gambaran sederhana mengenai dunia serta berfungsi sebagai pedoman benindak bagi masyarakat yang meyakininya. Di berbagai negara sedang berkembang di kawasan Asia, Afrika dan Timur Tengah nasionalisme yang mencerminkan hasrat dari orang-orang atau bangsa yang bersangkutan untuk merdeka dan menentukan nasibnya sendiri — telah memberikan peran penting dalam mewamai kebijaksanaan luar negeri maupun dalam negeri mereka. Pada masa gerakan nasional menuju kemerdekaan, nasionalisme telah berfungsi sebagai minyak bakar yang mengobarkan semangat perjuangan bangsa-bangsa di negara-negara sedang berkembang melawan kekuatan kolonial.
Di Indonesia, ideologi Pancasila setidaknya bila dilihat dari sudut perilaku politik regim, telah berfungsi sebagai resep untuk melaksanakan perubahan sosial dan ekonomi. Bahkan ideologi ini kerapkali juga dipergunakan sebagai instrumen pengukur legitimasi bagi partisipasi politik atau partisipasi dalam kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat (Abdul Wahab, Solichin, 1987).

1.3  Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
a.     Komposisi kelompok.
Ada 4 hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun komposisi kelompok.
§  Penerimaan tujuan umum; mempengaruhi kerjasama dan tukar informasi.
§  Pembagian (divisibilitas) tugas kelompok; tidak semua tugas dapat dibagi.
§  Komunikasi dan status struktur; biasanya yang osisinya tertinggi paling mendominasi dalam kelompok.
§  Ukuran kelompok; semakin besar kelompok semakin menyebar opini, konsekuensinya adalah semakin lemah partisipasi individu dalam kelompok tersebut.
b.    Kesamaan anggota kelompok Keputusan kelompok akan cepat dan mudah dibuat bila anggota kelompok sama satu dengan yang lain.
c.    Pengaruh (pengkutuban) polarisasi kelompok. Seringkali keputusan yang dibuat kelompok lebih ekstrim dibandingkan keputusan individu. Hal itu disebabkan karena adanya perbadingan sosial. Tidak semua orang berada di atas rata-rata. Oleh karena itu untuk mengimbanginya perlu dibuat keputusan yang jauh dari pendapat orang tersebut.


1.4  Model dan Langkah-Langkah Pengambilan Keputusan
Berikut ini adalah Model Pengambilan Keputusan:
a.       Model Pengambilan Keputusan dalam Keadaan Kepastian (Certainty).
Menggambarkan bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) hanya mempunyai satu hasil (pay off tunggal). Model ini disebut juga Model Kepastian/ Deterministik.
b.      Model Pengambilan Keputusan dalam kondisi Berisiko (Risk).
Menggambarkan bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) mempunyai sejumlah kemungkinan hasil dan masing-masing kemungkinan hasil probabilitasnya dapat diperhitungakan atau dapat diketahui. Model Keputusan dengan Risiko ini disebut juga Model Stokastik.
c.       Model Pengambilan Keputusan dengan Ketidakpastian (Uncertainty).
Menggambarkan bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) mempunyai sejumlah kemungkinan hasil dan masing-masing kemungkinan hasil probabilitasnya tidak dapat diketahui/ditentukan. Model Keputusan dengan kondisi seperti ini adalah situasi yang paling sulit untuk pengambilan keputusan. (Kondisi yang penuh ketidakpastian ini relevan dengan apa yang dipelajari dalam Game Theory).
Berikut ini adalah Langkah-Langkah Pengambilan Keputusan:
  1. Proses identifikasi atau perumusan persoalan keputusan. Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Penggunaan seven tools dalam manajemen biasanya dapat membantu proses identifikasi ini.
  2. Penetapan parameter dan variabel yang merupakan bagian dari sebuah persoalan keputusan. Biasanya pemecahan masalah yang menggunakan model matematika sangat memerlukan adanya variabel yang terukur.
  3. Penetapan alternatif-alternatif pemecahan persoalan. Alternatif pemecahan masalah didapatkan dari analisis pemecahaan masalah.
  4. Penetapan kriteria pemilihan alternatif untuk mendapatkan alternatif yang terbaik. Biasanya kriteria pemilihan ini didasarkan pada pay off atau hasil dari keputusan.
  5. Pelaksanaan keputusan dan evaluasi hasilnya. Tahap ini disebut tahap implementasi, dimana alternatif solusi yang terpilih akan diterapkan dalam jangka waktu tertentu dan setelah itu akan dievaluasi hasilnya berdasarkan peningkatan atau penurunan pay off atau hasil.













No comments:

Post a Comment