Monday, 21 April 2014

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PANCASILA  SEBAGAI SISTEM  FILSAFAT
2.1. 1. Pengertian Sistem
Pengertian sistem menurut beberapa pakar antara lain adalah sebagai berikut:
1.      “Sistem adalah elemen-elemen yang saling berhubungan membentuk suatu kesatuan atau organisasi” (Amsyah, 2000:4).
2.      “Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran yang tertentu” (Jogiyanto, 2005:1).
Dari pengertian diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa suatu sistem merupakan elemen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2.1.2.  Pengertian Filsafat
Menurut Prof, Dr. Harun Nasution (Prasetya, 2002: 9), filsafat
berasal dari kata Yunani yg tersusun dari dua kata philein
dalam arti cinta dan sophos dalam arti hikmat (wisdom). Secara
etimologi, filsafat dapat diartikan:
a)      Pengetahuan tentang hikmah
b)      Pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar
c)      Mencari kebenaran
d)     Membahas dasar-dasar dari apa yg dibahas

Jadi secara harfiah istilah “filsafat” mengandung makna cinta bijaksana, hal ini sesuai dengan sejarah timbulnya ilmu pengetahuan, yang sebelumnya berada dibawah naungan filsafat. Namun jika membahas pengertian filsafat dalam hubungannya dengan lingkup bahasanya maka mencakup banyak bidang bahasan, antara lain tentang manusia, alam, etika, logika, dan lain sebagainya. Seiring dengan perkembangan ilmu maka muncul filsafat yang berkaitan dengan bidang-bidang ilmu tertentu antara lain filsafat politik, sosial, hukum, bahasa, ilmu pengetahuan, agama, dan bidang-bidang ilmu lainnya.
            Keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai msalah tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut:
Pertama: Filsafat sebagai produk yang mencakup pengertian.
a.       Filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran dari para filsuf pada zaman dahulu yang lazimnya merupakan suatu aliran atau system filsafat tertentu, misalnya rasionalisme, materialisme, pragmatisme.
b.      Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat.
Kedua: Filsafat sebagai suatu proses, yang dalam hal ini filsafat diartikan dalam bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objeknya. Dalam pengertian ini filsafat merupakan sistem pengetahuan yang bersifat dinamis dan dipahami sebagai suatu nilai tertentu tetapi lebih merupakan suatu aktivitas berfilsafat.
Adapun cabang-cabang filsafat yang pokok adalah sebagai berikut:
1.      Metafisika, membahas tentang hal-hal yang bereksistensi di balik fisis, yang meliputi bidang-bidang, ontologi, kasmologi dan antropologi.
2.      Epistemologi, yang berkaitan dengan persoalan hakikat pengetahuan
3.      Metodologi, ysng berksitsn dengsn persoalan hakikat metode dalam ilmu pengetahuan.
4.      Logika, yang berkaitan dengan persoalan filsafat berfikir, yaitu rumus-rumus dan dalil-dalil berfikir yang benar.
5.      Etika, yang berkaitan dengan  manusia.
6.      Estetika, yang berkaitan dengan persoalan hakikat terindah.
Berdasarkan cabang-cabang filsafat ini kemudian muncul berbagai macam aliran dalam filsafat.
2.1.3.  Rumusan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem
            Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu sistem filsafat. Pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh, lazinmnya memiliki cirri-ciri sebagai berikut;
a.       Suatu kesatuan bagian-bagian
b.      Bagian-bagian tersebut mempunya fungsi sendiri-sendiri
c.       Saling berhubungan dan saling ketergantungan
d.      Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu
e.       Terjadi dalam suatu lingkungan  yang kompleks.
Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila Pancasila setiap sila pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri.
1.      Susunan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Bersifat Organis
Isi sila-sila Pancasila suatu kesatuan Dasar filsafat Negara Indonesia terdiri atas lima sila yang masing-masing merupakan suatu asas peradaban, suatu kesatuan dan keutuhan. Isi dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia “monopluralis, susunan kodrat, sifat kodrat, dan kedudukan kodrat.
2.      Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkis da Berbentuk Piramidal
Susunan Pancasila adalah hierarkis dan berbentuk pyramidal. Pengertian matematis peramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhi sila-sila Pancasila dalam urut-urutan luas (kuantitas) dan kualitas. Di antara lima sila ada hubungan yang mengikat yang satu kepada yang lainnya sehingga Pancasila merupakan suatu keseluruhan yang bulat. Pancasila itu menjadi terpecah-pecah, oleh karena itu tidak dapat dipergunakan sebagai asas kerokhanian Negara.
Secara etimologis hakikat sila-sila Pancasila mendasarkan pada landasan sila-sila Pancasila yaitu: Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil (Notonagoro. 1975:49). Hakikat dan inti sila-sila Pancasila adalah sebagai berikut: sila pertama Ketuhanan adalah sifat-sifat dan keadaan Negara harus sesuai dengan hakikat Tuhan. Sila kedua kemanusiaan adalah sifat-sifat keadaan Negara yang harus sesuai dengan hakikat manusia. Sila ketiga persatuan adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat satu. Sila keempat kerakyatan sifat-sifat dan keadaan Negara yang harus sesuai dengan hakikat rakyat. Sila kelima keadilan adalah sifat-sifat dan keadaaan negara yang harus sesuai dengan hakikat adil (Notonagoro.1975:50).
2.1.4.  Rumusan Pancasila  yang Bersifat Hierarkis dan Berbentuk Piramidal
1.      Sila pertama : Ketuhanan yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
2.      Sila kedua : kemanusiaan yang adil dan beradab adalah diliputi dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, meliputi dan menjiwai sila persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
3.      Sila ketiga :  persatuan Indonesia adalah diliputi dan dijiwai sila Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, meliputi dan menjiwai sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
4.      Sila keempat :  kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan adalah diliputi dan dijiwai oleh sila-sila ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, serta meliputi dan menjiwai sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
5.      Sila kelima : keasilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah diliputi dan dijiwai oleh sila-sila ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.1.5. Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Saling Mengisi dan Saling Mengkualifikasi
Kesatuan sila-sila Pancasila yang “Majemuk Tunggal”, “hierarkhis pyramidal” juga memiliki sifat saling mengisi dan saling mengklasifikasi. Rumusan kesatuan sila-sila Pancasila yang saling mengisi dan saling mengkualifikasikan tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah berkemanusiaan yang adil dan kebijaknaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.      Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah ber-Ketuhanan yang Maha Esa, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.      Sila Persatuan Indonesia, adalah ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4.      Sila kerakyatan yang diimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, adalah ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.      Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan (Notonagoro.1975:43.44).

2.1.6.      Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat
            Kesatuan sila-sila pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar antologi. Secara filosofi Pancasila sebagai satu kesatuan system filsafat,yang memiliki dasar antologis,epismotologis, dan aksiologis sendiri yang berbeda dengan system filsafat lainnya missal materialisme,liberalism,komunisme idealism dan filsfat lainnya di dunia
1.      Dasar Antropolis Sila-sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu kesatuan system filsafat tidak hanya kesatuan yang menyangkut sila-silanya saja juga melainkan meliputi hakikat dasar dari sila-sila Pancasila atau secara filosofi meliputi dasar antologis sila-sila Pancasila. Setiap sila bukan merupakan asas yang berdiri sendiri,melainkan memiliki satu kesatuan dasar antologi. Sedangkan subjek pendukung pokok sila-sila Pancasila adalah manusia. Pemahaman dari segi filsafat Negara bahwa Pancasila adalahdasar filsafat Negara, adapun pendukung pokok adalah rakyat dan unsur rakyat adalah manusia itu sendiri.
Manusia sebagai pendukung pokok pancasila secara antologis memiliki hal-hal yang mutlak meliputi: atas susunan kodrat raga dan jiwa jasmani dan rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi diri sendiri dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hubungan antara Negara dengan landasan sila-sila pancasila adalah hubungan sebab akibat yaitu Negara sebagai pendukung Tuhan, manusia, rakyat dan adil sebagai pokok pangkal hubungan.
Hakikat kesatuan sila-sila pancasila yang bertingkat dan berbenuk pyramidal adalah:
a.       Pada sila pertama pada hakikatnya berisikan pendukung pokok negar adala manusia, karena Negara sebagai lembaga hidup bersama yaitu lembaga kemanusiaan dan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga  adanya manusia akibat dari adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai Kuasa Prima.
b.      Pada sila ke dua pada hakikatnya berisikan manusia adalah sebagai subjek pendukung pokok Negara. Negara adalah dari,oleh dan untuk manusia oleh karena itu ada hubungan sebab dan akibat yang langsung antara manusia dan Negara. Rakyat adalah unsur pokok Negara dan rakyatmerupakan totalitas individu yang bersatu untuk mewujudkan keadilan hidup bersama.
c.       Pada sila ketiga pada hakikatnya berisikan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa,yang harus direalisasikan dengan wujud suatu persatuan hidup yang disebut Negara. Maka pada hakikatnya yang bersatu adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Adapun hasil persatuan individu pribadi dalam suatu wilayah tertentu disebut rakyat.
d.      Pada sila ke empat pada hakikatnya berisikan rakyat adalah sebagai akibat bersatunya manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang menyatukan diri dalam wilayah tertentu. Sedangkan tujuan dari Negara adalah terciptanya masyarakat yang berkeadilan dalam hidup bersama.
e.       Pada sila ke lima pada hakikatnya berisikan keadilan adalah akibat adanya Negara kebangsaan dari manusia yang berketuhanan Yang Maha Esa. Sila keadilan sosial merupakan tujuan dari keempat sila lainnya. Penjelmaan dari keadilan ,manusia monopluralis dalam kehidupan bersama baik dalam masyarakat,bangsa, Negara dan antar bangsa yang menyangkut sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosialdalam mewujudkan keadilan sosial.  

2.      Dasar Epistemologis Sila-Sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan suatu sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila merupakan pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta manusia, masyarakat, bangsa dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan. Sebagai suatu ideologi maka pancasila memiliki tiga unsur pokok yang dapat menarik loyalitas dari pendukungnya yaitu : 1)  logos yaitu rasionalitas atau penalarannya 2) pathos yaitu penghayatannya dan 3) ethos yaitu kesusilaannya (wibisono. 1996:3). Sebagai suatu sistem filsafat serta ideologi maka Pancasila harus memiliki unsur rasional terutama dalam kedudukannya sebagai suatu sistem pengetahuan. Dasar epistemologis Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia kalau manusia merupakan basis ontologis dari Pancasila.
Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistomologis yaitu : pertama tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang watak pengetahuan manusia (Titus. 1984:20). Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri. Bangsa Indonesia adalah sebagai kausa materialis pancasila. Sumber pengetahuan pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri yang memiliki nilai-nilai adat-istiadat serta kebudayaan dan nilai religius. Pancasila sendiri sebagai suatu sistem pengetahuan memiliki kesesuaian yang bersifat korespondensi, susunan pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan bersifat formal dan logis. Susunan isi arti pancasila meliputi tiga hal yaitu : pertama isi arti pancasila yang umum (universal) merupakan pangkal tolak derivasi baik dalam pelaksanaan pada bidang-bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan kongkrit, kedua isi arti pancasila yang umum kolektif yaitu isi arti pancasila sebagai pedoman kolektif negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia, ketiga isi arti Pancasila yang bersifat khusus dan kongkrit yaitu isi arti pancasila dalam realisasi praktis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki sifat yang khusus dan kongkrit serta dinamis (lihat Notonagoro. 1975 : 36.40). Menurut pancasila bahwa hakikat manusia adalah monopluralis yaitu hakikat manusia yaitu hakikat  manusia yang memiliki unsur-unsur pokok yaitu susunan kodrat yang terdiri atas raga (jasmani) dan jiwa (rokhani). Sebagai suatu paham epistomologi, maka Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.
3. Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
            Sila-sila sebagai suatu sistem fisafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiolagisnya sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan.
            Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai. Nilai-nilai itu dalam kenyataannya ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah bilamana dibandingkan satu dengan yang lainnya. Menurut tinggi rendah nilainnya dapat digolongkan menjadi empat tingkatan sebagai berikut : 1) Nilai-nilai kenikmatan, nilai-nilai ini berkaitan dengan indra manusia sesuatu yang mengenakkan dan tidak mengenakkan dalam kaitannya indra manusia (die Wertreidhe des Angenehmen und Unangehmen) yang menyebabkan manusia senang atau menderita. 2) Nilai-nilai kehidupan yaitu dalam tingkatan ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi kehidupan manuisa (Wertw des Vitalen Fuhlens) misalnya kesegaran jasmani, kesehatan, serta kesejahteraan umum. 3) Nilai-nilai kejiwaan dalam tingkatan ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani ataupun lingkungan. Pandangan dan tingkatan nilai menurut Notonagoro dibedakan menjadi tiga macamyaitu : 1) Nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia. 2) Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu aktifitas atau kegiatan. 3) Nilai-nilai kerohanian yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rokhani manusia. Menurut Notonagoro Pancasila termasuk nilai kerokhanian, tetapi nilai-nilai kerokhanian yang mengakui nilai material dan nilai vital. Dengan demikian nilai-nilai Pancasila yang tergolong nilai kerokhanian itu juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis yaitu nilai material, niali vital, nilai kebenaran, nilai keindahan ataubestetis, nilai kebaikan atau nilai moral, maupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistematika-hierarkis dimana sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai basisnya sampai dengan sila Keadilan Sosial sebagai tujuannya (Darmodihardjo. 1987).
2.1.7.       Nilai-nilai Pancasila sebagai Suatu Sistem
            Isi arti sila-sila Pancasila pada hakikatnya dapat dibedakan atas hakikat Pancasila yang umum universal yang merupakan substansi sila-sila Pancasila sebagai pedoman pelaksanaan dan penyelenggaraan negara yaitu sebagai dasar negara yang bersifat umum kolektif serta realisasi pengamalan Pancasila yang bersifat khusus dan kongkrit.
            Nilai-nilai yang terkandung dalam sila satu sampai dengan lima merupakan cita-cita harapan dan dambaanbangsa Indonesia. Sejak dahulu cita-cita tersebut telah didambakan oleh bangsa Indonesia agar terwujud dalam suatu masyarakat yang gemah ripah loh jinawi tata tentrem raharja dengan penuh harapan diupayakan terealisasi dalam sikap tingkah laku dan perbuatan setiap manusia Indonesia. Bangsa Indonesia dalam hal ini merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mempunyai tingkatan dalam hal kuantitas maupun kualitasnya.Suatu hal yang perlu diperhatikan yaitu meskipun nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila berbeda-beda dan memiliki tingkatan serta luas yang berbeda-beda pula namun keseluruhan nilai tersebut merupakan suatu kesatuan dan tidak saling bertentangan. Perlu diperhatiakan dalam realisasinya baik dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat , bangsa dan negara terutama dalam penjabarannya dalam bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia tingkatan nilai-nilai tersebut harus ditaati.
2.1.8.  Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia
1.  Dasar Filosofis
            Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis, fundamental dan menyeluruh. Maka sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat dan utuh, hierarkis dan sistematis. Negara menggunakan prinsip filosofis bahwa negara Berketuhanan, Berkemanusiaan, Berpersatuan, Berkerakyatan dan Berkeadilan, maka negara tersebut pada hakikatnya menggunakan dasar filsafat dari nilai sila-sila Pancasila. Nilai-nilai Pancasila bersifat objektif dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.      Rumusan dari sila-sila pancasila itu sendiri sebenarnya hakikat maknanya yang terdalam menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum universal dan abstrak, karena merupakan suatu nilai.
2.      Inti nila-nilai Pancasila kan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa Indonesia dan mungkin juga pada bangsa lain baik dalam adat kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan maupun dalam kehidupan keagamaan.
3.      Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, menurut ilmu hukum memenuhi syarat sebagai pokok kaidah yang fundamentalnegara sehingga merupakan suatu sumber hukum positif Indonesia.
Sebaliknya nilai-nilai subjektif Pancasila dapat diartikan bahwa keberadaan nilai-nilai Pancasial itu bergantung atau terlekat pada bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai pancasila bagi bangsa Indonesia menjadi landasan dasar serta motivasi atas segala perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan kenegaraan. Dengan perkataan lain bahwa nilai-nilai Pancasila merupakan das Sollen atau cita-cita tentang kebaikan yang harus diwujudkan menjadi suatu kenyataan atau das Sein.
2.  Nilai-nilai Pancasila sebagai Fundamental Negara
            Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu sumber dari segala sumber hukum dalam negara Indonesia. Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam pembukaan UUD 1945 secara yuridis memiliki kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang Fundamental. Adapun Pembukuan UUD 1945 yang didalamnya memuat nilai-nilai Pancasila mengandung Empat Pokok Pikiran yang bilamana dianalisis makna yang terkandung di dalamnya tidak lain adalah merupakan derivasi atau penjabaran dari nilai-nilai Pancasila. Kesimpulan bahwa Pancasila merupakan dasar yang fundamental bagi negara Indonesia terutama dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Nilai-nilai Pancasial juga merupakan suatu landasan moral etik dalam kehidupan kenegaraan. Dasar fundamental moral dalam kehidupan kenegaraan meliputi moralitas para penyelenggara negara dan seluruh warga negara. Bangsa Indonesia dalam era reformasi seharusnya bersifat rendah hati untuk mawas diri dalam upaya untuk memperbaiki kondisi dan nasib bangsa ini hendaknya didasarkan pada moralitas yang tertuang dalam pokok pikiran keempat tersebut.
2.1.9  Inti Isi Sila-sila Pancasila
            Sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Meskipun dalam setiap sial terkandung nilai-nilai yang memiliki perbedaan antara satu dengan lainnya namun kesemuanya itu tidak lain merupakan suatu kesatuan yang sistematis. Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila adalah senagai berikut :
1)        Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
     Dalam sila Ketuhana yang Maha Esa terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah sebagai pengejawantahan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.
2)      Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
     Sila kemanusiaan sebagai dasar fundamental dalam kehidupan kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan yang bersumber pada dasar filosofis antropologis bahwa hakikat manusia adalah susunan kodrat rokhani dan raga, sifat kodrat individi dan makhluk sosial, kedudukan kodrat makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Nilai kemanusiaan yang beradab adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai makhluk yang berbudaya, bermoral dan beragama. Nilai kemanusiaan yang adil mengandung suatu makna dahwa hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan berdab harus berkodrat adil.
3)      Persatuan Indonesia
     Dalam sila Persatuan indonesia terkandung niali bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Perbedaan adalah bawaan kodrat             manusia dan juga merupakan ciri khas elemen-elemen yang membentuk negara konsekuaensinya negara dalah beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu persatuan yang dilukiskan dalam suatu seloka Bhineka Tunggal Ika. Sehingga proses reformasi tanpa mendasarkan pada moral Ketuhanan, Kemanusiaan dan memegang teguh persatuan dan kesatuan, maka bukan tidak mungkin akan membawa kehancuran bagi bangsa Indonesia seperti halnya telah terbukti pada bangsa lain misalnya Yugoslavia, Srilangka dan lain sebagainya.           
4)        Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakialan
            Dalam sila kerakyatan terkandung nilai demokrasi secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup negara, maka nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam sila ke empat adalah 1) Adanya kebebasanyang harus disertai dengan tanggung jawab. 2) Menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan. 3) Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan 4) Mengakui atas perbedaan. 5) Mengakui adanya persamaan hak. 6) Mengarahkan perbedaan dalam suatu kerja sama. 7) Menjunjung tinggi asas musyawarah. 8) Mewujudkan dan mendasarkan suatu keadilan dalam kehidupan sosial agar tercapainya tujuan bersama.


5)      Keadilan Sosial bagi Seluryh Rakyat Indonesia
            Dalam sila kelima terkandung nilai-nilai yang merupakan tujuan negara sebagai tujuan dalam hidup bersama. Konsekuensinya nila-nilai keadilan yang harus terwujud dalam hidup bersama adalah meliputi 1) Keadilan distributif , yaitu suatu hubungan keadilan antara negara terhadap warganya. 2) Keadilan legal (keadilan bertaat), yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara dan dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan. 3) Keadilan komunatif , yaitu suatu hubungan keadilan antara warga satu dengan lainnya secara timbal balik.
            Nilai-nilai keadilan tersebut sebagai dasar dalam pergaulan antar negara sesama bangsa didunia dan prinsip ingin menciptakan ketertiban hidup bersama dalam suatu prinsip kemerdekaan bagi setiap bangsa, perdamaian abadi serta keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial).




2.2.            Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara
2.2.1.      Pengertian Ideologi
Ideologi berasal dari bahasa Yunani dan merupakan gabungan dari dua kata yaitu ‘idios’ yang artinya gagasan atau konsep dan ‘logos’ yang berarti ilmu. Menurut Dr. Hafidh Shaleh (2008), ideologi adalah sebuah pemikiran yang mempunyai ide berupa konsepsi nasional (aqidah aqliyah), yang meliputi akidah dan solusi atas seluruh problem kehidupan manusia. Pemikiran tersebut harus mempunyai metode, yang meliputi metode untuk mengaktualisasikan ide dan solusi tersebut, metode mempertahankannya, serta metode menyerbarkannya ke seluruh dunia. Notonegoro mengemukakan, bahwa ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi dasar bagi suatu sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada hakikatnya merupakan asas kerokhanian yang antara lain memiliki ciri:
1) Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan;
2) Mewujudkan suatu asas kerokhanian, pandangan dunia, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.
Ideologi dalam arti luas dipergunakan untuk segala kelompok cita-cita, nilai-nilai dasar, dan keyakinan-keyakinan yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif (Franz Magnis Suseno, 2003:366) . Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian ideologi adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan, cita-cita, dan kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis.

2.2.2.      Fungsi Ideologi
Ideologi dimaknai sebagai  keseluruhan pandangan, citap-cita, nilai, dan keyakinan yang ingin diwujudkan dalam kenyataan hidup nyata. Ideologi dalam artian ini sangat diperlukan, karena dianggap mampu membangkitkan kesadaran akan kemerdekaan, memberikan arahan mengenai dunia beserta isinya, serta menanamkan semangat dalam perjuangan masyarakat untuk bergerak melawan penjajahan, yang selanjutnya mewujudkan dalam kehidupan penyelenggara negara.
Pentingnya ideologi bagi suatu negara juga terlihat dari fungsinya. Adapaun fungsi idelogi adalah sebagai berikut:
1.      Membentuk identitas atau ciri kelompok atau bangsa
2.      Mempersatukan sesama
3.      Mempersatukan orang dari berbagai agama
4.      Mengatasi berbagai pertentangan / konflik / ketegangan sosial
5.      Pembentukan solidaritas

2.2.3.      Pancasila sebagai Ideologi Negara Indonesia

Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia maka Pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan hasil perenungan atau pemikiran seseoran atau kelompok orang lain sebagaimana idiologi –idiologi lain di dunia, namun pancasila diangkat dari nilai nilai adat istiadat, nilai nilai kebudayaaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat indonesian sebelum membentuk negara , dengan lain perkataaan unsur-unsur yang merupakan materi (bahan) Pancasila tidak lain di angkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri,sehingga bangsa ini merupakan kausa materialis (asal bahan) Pancasila
Unsur unsur pancasila tersebut kemudian di angkat dan di rumuskan oleh para pendiri negara, sehingga Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara dan ideologi bangsa dan negara Indonesia. Dengan demikian Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia berakar pada pandangan hidup dan budaya bangsa , dan bukanya mengangkat /mengambil ideologi dari bangsa lain. Selain itu Pancasila juga bukan hanya merupakan ide-ide atau perenungan dari seseorang saja, yang hanya memperjuangkan suatu kelompok atau golongan tertentu, melainkan Pancasila berasal dari nilai yang di miliki oleh bangsa sehingga pancasila pada hakikatnya untuk seluruh lapisan serta unsur-unsur bangsa secara konperhensip. Oleh karena ciri has pancasila itu maka memiliki kesesuaian dengan bangsa Indonesia.
2.2.4.      Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Ideologi lain (Ideologi Liberalisme dan Idelogi Sosialisme)

No
Aspek
Ideologi Liberalisme
Ideologi Sosialisme
Ideologi Pancasila
1
Politik (hubungan negara dengan warga negara)
Negara sebagai penjaga malam. Rakyat atau warganya mempunyai kebebasan atau bertinddak apa saja asal tidak melanggar tats tertib hukum, kepentingan dan hak warganegara lebih diutamakn dari, pada kepentingsn negara
Kepentingan negara lebih diutamakan daripada kepentingan warga negara. Kebebasan atau kepentingan warga negara dkalahkan untuk kepentingan negara.
hubungan antara warga negara dengan negara adalah seimbang. Artinya kepentingan negara dengan warga negara sama-sama dipetingkan
2
Agama (hubungan negara dengan agama)
Negara tidak mempunyai urusan agama. Agama menjadi urusan pribadi setiap warga negaranya. Warga negara bebas beragama, tetapi juga bebas tidak beragama.
Kehidupan agama terpisah dengan negara. Warga negara bebas beragama, bebas tidak beragama dan bebas pula untuk propaganda anti-agama.
Agama erat hubungannya dengan negara. Setiap warganegara dijamin pula kebebasanya untuk memilih salah satu agama yang diakui oleh pemerintah. Setiap orang harus beragama, dan tidak diperbolehkan propaganda anti-agama
3
Pendidikan (tujuan pendidikan)
Pendidikan diarahkan pada pengembangan demokrasi
Pendidikan diarahkan untuk membentuk warga negara yang senantiasa patuh atau taat pada perintah negara
Pendidikan diarahkan untuk membentuk warga negara yang bertanggung jawab memiliki akhlak mulia dan takwa kepada tuhan yang Tuhan yang Maha Esa.
4
Ekonomi (sistem perekonomian )
Sisitem ekonomi yang pengelolaannya diatur oleh kekuatan pasar. Sistem ekonomi ini menghendaki adanya kebebasan individeu dalam kegiatan ekonomi dan pemerintah tidak ikut campur dalam kegiatan ekonomi. Pemerintah hanya bertugas melindungi, menjaga dan memberi fasilitas
Sistem ekonomi sosialisme ini bertujuan untuk memperoleh suatu distribusi yang lebih baik dan perolehan produksi kekayaan yang lebih baik. Sisitem sosialisme berpandangan bahwa kemakmuran individu hanya mungkin tercapai bila berpondasikan kemakmuran bersama dan merupakan faktor-faktor produksi yang merupakan kepemilikan sosial
Sisitem ekonomi pancasila terdiri dari beberapa prinsip antara lain berkaitan dengan prinsip kemanusiaan dengan prinsip kemanusiaan, nasionalisme ekonomi, demokrasi ekonomi yang diwujudkan dalam ekonomi kerakyatan dan

2.3 PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
Setiap negara harus mempunyai dasar negara, karena dasar negara merupakan fundamen atau pondasi dari bangunan negara. Kuatnya fundamen negara akan menguatkan berdirinya negara itu. Kerapuhan fundamen suatu negara, beraikbat lemahnya negara tersebut. Pancasila  sebagai dasar Negara Indonesia (philosophische grondslaag) berarti Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara, tertulis maupun tidak tertulis. Oleh karena itu nilai-nilai dari setiap silanya menjadi pedoman normatif bagi penyelenggaraan negara.  Konsekuensi dari rumusan demikian berarti seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintah Negara Indonesia termasuk peraturan perundang-undangan merupakan pencerminan sekaligus pengembangan dari nilai-nilai Pancasila. Selain itu, terkait fungsi Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, maka pelaksanaan pancasila mempunyai sifat mengikat dan keharusan atau bersifat imperatif, artinya sebagai norma-norma hukum yang tidak boleh dikesampingkan maupun dilanggar, sedangkan pelanggaran atasnya dapat berakibat hukum dikenakannya suatu sanksi. Jadi penyelenggaraan bernegara mengacu dan memiliki tolak ukur, yaitu tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai Persatuan, nilai Kerakyataan, dan nilai Keadilan.
2.3.1 Landasan Yuridis Pancasila sebagai Dasar Negara:
·         Pembukaan UUD 1945 yang telah ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 menyatakan sebagai berikut: “…maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Kata “berdasarkan’ tersebut secara jelas menyatakan bahwa Pancasila yang terdiri atas 5 (lima) sila merupakan dasar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
·         TAP MPR No.XX/MPRS/1966 jo, Ketetapan MPR No.V/MPR/1973, dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.

2.3.2. Pancasila Sebagai Sumber dari Segala Sumber Hukum
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum tersebut dalam sejarah perjuangan nasional dan pengisian kemerdekaan Indonesia telah melahirkan 4 buah sumber hukum lain :
1.      Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945
2.      Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959
3.      UUD 1945
4.      SP 11 Maret 1966
Kaitan Pancasila dengan keempat sumber hukum tersebut dapat dijelaskan, yaitu bahwa adanya proklamasi kemerdekaan menjadi sumber hukum bagi lahirnya Negara RI, adanya dekrit Presiden menjadi sumber hukum bagi penyelenggaraan kehidupan konstitusional bangsa dan negara RI, sedangkan SP 11 Maret 1966 menjadi sumber hukum bagi pelaksanaan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Ketetapan No. XX/MPRS/1966 tersebut memuat tata urutan peraturan perundangan RI sebagai berikut:
1.      UUD 1945
2.      Ketetapan MPR
3.      UU/ Peraturan Pemerintah Pengganti UU
4.      Keputusan Presiden
5.      Peraturan pelaksana lainnya:
-Peraturan Menteri
-Instruksi Menteri
-dan lain-lain
Seperti perlu diketahui bahwa isi dari TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 ini berdasarkan TAP No. V/MPR/1973 dan TAP No.IX/MPR/1978, berkenaan dengan tata urutan peraturan perundangannya masih perlu disempurnakan lagi.
            Penyempurnaan atas ketetapan ini baru terwujud dalam sidang tahunan MPR RI yang berlangsung dari tanggal 7-18 Agustus tahun 2000 berupa lahirnya ketetapan No. III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan, yang didalamnya memuat ketentuan-ketentuan yang menegaskan antara lain:
-          Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945, yaitu Ketuhanan yang maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam permusyarwaratan perwakilan, sera dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan batang tubuh UUD 1945. (lihat pasal 1 ayat 3 Ketetapan ).
-          Tata urutan perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan       aturan hukum di bawahnya. Tata urutan peraturan perundangundangan RI adalah :
1.      UUD 1945
2.      Ketetapan MPR RI
3.      Undang-undang
4.      Peraturan pemerintah pengganti undang-undang
5.      Peraturan pemerintah
6.      Keputusan presiden
7.      Peraturan daerah.
Dengan terbitnya ketetapan No. III/MPR/2000 tersebut, maka ketetapan No.XX/MPR/1966, dan Ketetapan NO.IX/MPR/1978 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.


2.3.3.      Contoh pengembangan dan pencerminan sila-sila Pancasila pada UUD 1945

1.      Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Pasal 29
1.      Negara Berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
2.      Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing untuk beribadat meurut agamanya dan kepercayaannya itu.

2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab

Pasal 27
1.      Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan peerintahan dan wajib mejunjung hukum dan pemerintahan itu tidak ada kecualinya.
tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
2.      setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan hukum

Pasal 28
1.      Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang

Pasal 28A
1.      Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pasal 28B
1.      Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
2.      Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 
Pasal 28C
1.      Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
2.      Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. 

3.      Persatuan Indonesia

Pasal 1
1.      Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik
2.      Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar
3.      Negara Indonesia adalah negara hukum
Pasal 32 
1.      Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya
2.      Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. 

4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Pasal 1 ayat 2
1.      Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Pasal 2
1.      Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
2.      Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.
3.      Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.

5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Pasal 33
1.      Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
2.      Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3.      Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
4.      Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. 

No comments:

Post a Comment