Menghidupkan Kembali Pancasila
Rabu, 11 Mei 2011
INDONESIA mempunyai tiga ratus etnik yang berbeda-beda,
tidak kurang dari 200 bahasa, dan penduduknya memeluk banyak agama dan aliran
kepercayaan. Sekarang ini, negeri kepulauan ini sudah dihuni sedikitnya 230
juta jiwa rakyat.
Tanpa sebuah alat pemersatu, maka mana mungkin bisa
mempertahankan keberlangsungan bangsa yang sangat “bhineka” ini. Dengan begitu
banyak suku bangsa, agama, bahasa, pemikiran dan gagasan, jika tidak diberi
sebuah dasar dalam menyusun masa depan bangsa ini, maka sudah pasti bangsa ini
berumur pendek. Disinilah perlunya sebuah dasar untuk menyusun sebuah negara
sebesar Indonesia ini.
Pancasila bukanlah ciptaan Bung Karno, bukan pula wahyu yang
diturunkan dari langit, melainkan diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri.
Bung Karno sendiri mengatakan, “aku hanya menggali Pancasila daripada buminya
bangsa Indonesia, setelah terpendam 350 tahun lamanya.”
Lima prinsip dalam pancasila itu, yaitu Kebangsaan
Indonesia, Internasionalisme, – atau perikemanusiaan, Mufakat, – atau
demokrasi, Kesejahteraan sosial, dan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah
dasar yang menjadi pengikat begitu banyak gagasan atau pemikiran dalam menyusun
Indonesia merdeka.
Sekarang ini, misalnya, ada kelompok tertentu yang
memaksakan kebenaran mutlak keyakinannya kepada mayoritas bangsa Indonesia,
bahkan bercita-cita hendak mendirikan negara agama, tentu saja bertentangan
dengan ajaran Pancasila itu sendiri. “Republik Indonesia itu bukan negara
agama, tetapi adalah negara nasonal, di dalam arti meliputi seluruh badannya
natie Indonesia,” kata Bung Karno.
Di tengah-tengah berbagai persoalan bangsa dewasa
ini—persoalan kemiskinan, perampokan sumber daya oleh pihak asing, munculnya
separatisme dan usaha mendirikan negara agama, dan banyak persoalan lainnya—ada
banyak orang yang merindukan Pancasila kembali diajarkan di sekolah-sekolah.
Itu patut dihargai, bahwa masih ada keinginan untuk terus
mengajarkan pancasila kepada generasi bangsa, akan tetapi apa yang lebih
penting adalah mengamalkan pancasila dalam praktek kehidupan sehari-hari.
Kita tidak mau lagi seperti jaman orde baru dimana Pancasila
selalu dilafalkan hampir setiap hari oleh penguasa, tetapi praktek korupsi,
membunuh demokrasi, dan penindasan terhadap rakyat tetap jalan terus. Orde baru
memaksakan agar Pancasila diajarkan di sekolah-sekolah, penataran-penataran P4,
aparatus negara, dan lain-lain, tetapi praktek pejabat pemerintah dan penguasa
tidak pernah pancasilais. Ajaran-ajaran pancasila pun dibuat seperti doktrin-doktrin
kaku yang anti-kritik dan perdebatan, sehingga dengan sendirinya telah membunuh
pancasila sebagai sistim filsafat yang hidup.
Apa yang penting adalah, mengutip istilah Bung Karno,
mengambil apinya pancasila, bukan abunya. Kalau Pancasila menjadi dasar negara,
maka dia harus menjadi jiwa dan pedoman dari semua kebijakan pemerintah. Maka,
tidak dibenarkan pemerintah menerapkan pencabutan subsidi, meliberalkan
perekonomian, merampas tanah rakyat, menggusur rumah-rumah orang miskin,
membiarkan pengangguran, dan lain-lain.
Dan, lebih penting lagi, pejabat juga harus menunjukkan
teladan sebagai pancasilais di hadapan rakyat. Tidak dibenarkan seorang pejabat
mengumpulkan harta atau memperkaya diri sendiri, apalagi jika diperoleh dengan
jalan korupsi. Seorang pejabat pancasilais harus mendengar, menyerap, dan
menjalankan apa yang dikehendaki rakyat, bukan mengabaikannya.
Hanya dengan begitu, kita akan sampai pada cita-cita
kemerdekaan kita: masyarakat adil dan makmur, berdasarkan keadilan sosial.
Sumber: http://www.berdikarionline.com/editorial/20110511/menghidupkan-kembali-pancasila.html
Komentar
:
Berdasarkan
uraian diatas, telah jelas bahwasanya nilai-nilai pancasila di dalam
implementasinya banyak menemui penyimpangan, baik itu penyimpangan dalam lingkup
yang sempit, maupun penyimpangan lingkup yang luas.
Dalam
lingkup sempit, penyelewengan itu terjadi dikarenakan pengetahuan akan
nilai-nilai pancasila di dalam masyarakat kian minim, banyak dari mereka yang
hanyamengetahui pokok-pokok saila pancasila yang ada 5 tersebut. Pendidikan
akan pancasila sangatlah dibutuhkan. Apalagi kita sebagai penganut demokrasi,
harus menjunjung tinggi apapun yang bersinggungan dengan demokrasi tersebut.
Pemerintah telah mengatur dalam undang-undang tentang pendidikan demokrasi,
sebagai alat untuk menuju cita-cita bangsa.
Sedangkan
dalam lingkup luas, banyak kalangan pejabat teras yang hanya melafalkan
pancasila saja, tidak menerapkan nilai-nilainya secara penuh. Akibatnya,
menimbulkan pengetahuan pancasila yang minim. Banyak dari mereka yang lebih
membudayakan korupsi dari padamembudayakan nilai-nilai pancasila yang telah
tertanam di dalam pribadi bangsa Indonesia bahkan sebelum Indonesia merdeka.
Hal ini sungguh ironis sekali, karena kita tahu, mereka dipilih oleh kita
sebagai alat guna mencapai dita-dita bangsa ini yaitu kemakmuran dankeadilan
terhadap sesama.
Untuk
itu, diperlukan konsep pancasila yang kuat agar mampu menjadi benteng dai
segala kemungkinan yang buruk. Peru juga diadakan pendidikan pancasila yang lebih
spesifik agar tertanam dalam pribadi-pribadi warga Indonesia. Serta
mengimplementasikan nilai-nilai yang telah ada di dalam pancasila dengan baik,
benar dan tapat pada tempatnya, niscaya, kebobrokan Negara ini akibat dari
budaya korupsi yang semakin tak terkendali, akan hilang.
Memang
tidak mudah untuk memberantas korupsi secara keseluruhan. Tapi mengurangi
jumlah koropsi semaksimal mungkin itulah yang dapat dilakukan demi
berlangsungnya Negara Indonesia yang bersih dan berpedoman teguh pada kristalisasi
nilai pribadi bangsa yang tertuang di dalam 5 sila pancasila.
No comments:
Post a Comment