Monday, 21 April 2014

Menghidupkan Kembali Pancasila



Menghidupkan Kembali Pancasila
Rabu, 11 Mei 2011
INDONESIA mempunyai tiga ratus etnik yang berbeda-beda, tidak kurang dari 200 bahasa, dan penduduknya memeluk banyak agama dan aliran kepercayaan. Sekarang ini, negeri kepulauan ini sudah dihuni sedikitnya 230 juta jiwa rakyat.
Tanpa sebuah alat pemersatu, maka mana mungkin bisa mempertahankan keberlangsungan bangsa yang sangat “bhineka” ini. Dengan begitu banyak suku bangsa, agama, bahasa, pemikiran dan gagasan, jika tidak diberi sebuah dasar dalam menyusun masa depan bangsa ini, maka sudah pasti bangsa ini berumur pendek. Disinilah perlunya sebuah dasar untuk menyusun sebuah negara sebesar Indonesia ini.
Pancasila bukanlah ciptaan Bung Karno, bukan pula wahyu yang diturunkan dari langit, melainkan diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri. Bung Karno sendiri mengatakan, “aku hanya menggali Pancasila daripada buminya bangsa Indonesia, setelah terpendam 350 tahun lamanya.”
Lima prinsip dalam pancasila itu, yaitu Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme, – atau perikemanusiaan, Mufakat, – atau demokrasi, Kesejahteraan sosial, dan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah dasar yang menjadi pengikat begitu banyak gagasan atau pemikiran dalam menyusun Indonesia merdeka.
Sekarang ini, misalnya, ada kelompok tertentu yang memaksakan kebenaran mutlak keyakinannya kepada mayoritas bangsa Indonesia, bahkan bercita-cita hendak mendirikan negara agama, tentu saja bertentangan dengan ajaran Pancasila itu sendiri. “Republik Indonesia itu bukan negara agama, tetapi adalah negara nasonal, di dalam arti meliputi seluruh badannya natie Indonesia,” kata Bung Karno.
Di tengah-tengah berbagai persoalan bangsa dewasa ini—persoalan kemiskinan, perampokan sumber daya oleh pihak asing, munculnya separatisme dan usaha mendirikan negara agama, dan banyak persoalan lainnya—ada banyak orang yang merindukan Pancasila kembali diajarkan di sekolah-sekolah.
Itu patut dihargai, bahwa masih ada keinginan untuk terus mengajarkan pancasila kepada generasi bangsa, akan tetapi apa yang lebih penting adalah mengamalkan pancasila dalam praktek kehidupan sehari-hari.
Kita tidak mau lagi seperti jaman orde baru dimana Pancasila selalu dilafalkan hampir setiap hari oleh penguasa, tetapi praktek korupsi, membunuh demokrasi, dan penindasan terhadap rakyat tetap jalan terus. Orde baru memaksakan agar Pancasila diajarkan di sekolah-sekolah, penataran-penataran P4, aparatus negara, dan lain-lain, tetapi praktek pejabat pemerintah dan penguasa tidak pernah pancasilais. Ajaran-ajaran pancasila pun dibuat seperti doktrin-doktrin kaku yang anti-kritik dan perdebatan, sehingga dengan sendirinya telah membunuh pancasila sebagai sistim filsafat yang hidup.
Apa yang penting adalah, mengutip istilah Bung Karno, mengambil apinya pancasila, bukan abunya. Kalau Pancasila menjadi dasar negara, maka dia harus menjadi jiwa dan pedoman dari semua kebijakan pemerintah. Maka, tidak dibenarkan pemerintah menerapkan pencabutan subsidi, meliberalkan perekonomian, merampas tanah rakyat, menggusur rumah-rumah orang miskin, membiarkan pengangguran, dan lain-lain.
Dan, lebih penting lagi, pejabat juga harus menunjukkan teladan sebagai pancasilais di hadapan rakyat. Tidak dibenarkan seorang pejabat mengumpulkan harta atau memperkaya diri sendiri, apalagi jika diperoleh dengan jalan korupsi. Seorang pejabat pancasilais harus mendengar, menyerap, dan menjalankan apa yang dikehendaki rakyat, bukan mengabaikannya.
Hanya dengan begitu, kita akan sampai pada cita-cita kemerdekaan kita: masyarakat adil dan makmur, berdasarkan keadilan sosial.
Sumber:  http://www.berdikarionline.com/editorial/20110511/menghidupkan-kembali-pancasila.html



Komentar :
Berdasarkan uraian diatas, telah jelas bahwasanya nilai-nilai pancasila di dalam implementasinya banyak menemui penyimpangan, baik itu penyimpangan dalam lingkup yang sempit, maupun penyimpangan lingkup yang luas.
Dalam lingkup sempit, penyelewengan itu terjadi dikarenakan pengetahuan akan nilai-nilai pancasila di dalam masyarakat kian minim, banyak dari mereka yang hanyamengetahui pokok-pokok saila pancasila yang ada 5 tersebut. Pendidikan akan pancasila sangatlah dibutuhkan. Apalagi kita sebagai penganut demokrasi, harus menjunjung tinggi apapun yang bersinggungan dengan demokrasi tersebut. Pemerintah telah mengatur dalam undang-undang tentang pendidikan demokrasi, sebagai alat untuk menuju cita-cita bangsa.
Sedangkan dalam lingkup luas, banyak kalangan pejabat teras yang hanya melafalkan pancasila saja, tidak menerapkan nilai-nilainya secara penuh. Akibatnya, menimbulkan pengetahuan pancasila yang minim. Banyak dari mereka yang lebih membudayakan korupsi dari padamembudayakan nilai-nilai pancasila yang telah tertanam di dalam pribadi bangsa Indonesia bahkan sebelum Indonesia merdeka. Hal ini sungguh ironis sekali, karena kita tahu, mereka dipilih oleh kita sebagai alat guna mencapai dita-dita bangsa ini yaitu kemakmuran dankeadilan terhadap sesama.
Untuk itu, diperlukan konsep pancasila yang kuat agar mampu menjadi benteng dai segala kemungkinan yang buruk. Peru juga diadakan pendidikan pancasila yang lebih spesifik agar tertanam dalam pribadi-pribadi warga Indonesia. Serta mengimplementasikan nilai-nilai yang telah ada di dalam pancasila dengan baik, benar dan tapat pada tempatnya, niscaya, kebobrokan Negara ini akibat dari budaya korupsi yang semakin tak terkendali, akan hilang.
Memang tidak mudah untuk memberantas korupsi secara keseluruhan. Tapi mengurangi jumlah koropsi semaksimal mungkin itulah yang dapat dilakukan demi berlangsungnya Negara Indonesia yang bersih dan berpedoman teguh pada kristalisasi nilai pribadi bangsa yang tertuang di dalam 5 sila pancasila.

No comments:

Post a Comment