Dalam kehidupan
sehari-hari, seringkali kita menemui isu gender yang semakin beredar luas. Baik
itu dalam media cetak mmaupun media elektronik. Semakin berkembangnya peradaban
sebuah bangsa, maka isu tersebut semakin cepat beredar. Begitu juga dengan isu
gender ini, tersedianya media publikasi yang semakin canggih maka penyebarannya
ke dalam lingkungan masyarakat juga akan semakin cepat. Reaksi yang di
timbulkan dari anggota masyarakat-pun beragam. Ada beberapa dari mereka yang
setuju, ada pula yang tidak setuju. Atau bahkan mereka bersikap ‘dingin’
terhadap isu gender ini.
Di era millenium
ini, gender memang manjadi sorotan. Adanya perbedaan perlakuan, membuat
individu-individu yang merasa dirugikan hak-haknya menjadi angkat bicara. Tak
mengenal bahwa ia adalah wanita ataupun pria, mereka semua memperjuangkan
hak-haknya untuk menjadi lebih baik. Ketika isu gender di angkat, yang timbul
dalam benak kita adalah diskriminasi terhadap wanita dan penghilangan hak-hak
terhadap mereka. Isu ini telah tertanam erat dalam lingkungan kita
sehari-hari. Baik itu lingkungan keluarga ataupun lingkungan masyarakat pada
umumnya.
Banyak ahli berpendapat mengenai gender ini. Secara umum, pengertian
gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila
dilihat dari nilai dan tingkah laku. Sejauh ini persoalan Gender lebih
didominasi oleh perspektif perempuan, sementara dari perspektif pria sendiri
belum begitu banyak dibahas. Dominannya perspektif perempuan sering
mengakibatkan jalan buntu dalam mencari solusi yang diharapkan, karena akhirnya
berujung pada persoalan yang bersumber dari kaum laki-laki. Ada beberapa
fenomena yang sering kali muncul pada persoalan Gender.
Kata Gender berasal dari
bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin (John M. Echols dan Hassan Sadhily,
1983: 256). Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara
laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam
Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep
kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku,
mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang
berkembang dalam masyarakat. Epistimologi penelitian Gender secara garis besar
bertitik tolak pada paradigma feminisme yang mengikuti dua teori yaitu;
fungsionalisme struktural dan konflik. Aliran fungsionalisme struktural tersebut
berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas berbagai bagian yang
saling mempengaruhi. Teori tersebut mencari unsur-unsur mendasar yang
berpengaruh di dalam masyarakat. Teori fungsionalis
kontemporer memusatkan pada isu-isu mengenai stabilitas sosial dan harmonis.
Perubahan sosial dilukiskan sebagai evolusi alamiah yang merupakan respons
terhadap ketidakseimbangan antar fungsi sosial dengan struktur peran-peran
sosial. Perubahan sosial secara cepat dianggap perubahan disfungsional.
Banyak pemahaman
yang keliru ketika orang mengartikan seks dan gender, karena gender dalam
bahasa Inggris hanya diartikan sebagai jenis kelamin. Seks merupakan suatu hal yang merupakan kodrat berupa ciri-ciri
fisik/ biologis yang tidak bisa dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan.
Seks bersifat kodrati yang tidak mengenal batas ruang dan waktu, bersifat
alamiah dan tidak akan berubah dalam kondisi apapun. Sedangkan gender, merupakan pelabelan yang pada kenyataannya dibentuk
oleh budaya, tidak bersifat permanen, dan oleh karenanya bisa dipertukarkan
antara laki-laki dan perempuan. Gender tergantung pada nilai-nilai yang dianut
masyarakat, hasil konstruksi tradisi, budaya, agama dan ideologi tertentu yang
mengenal batas ruang dan waktu yang langsung membentuk karakteristik laki-laki
dan perempuan. Saat ini di dalam kehidupan bermasyarakat ada pemilahan sifat
manusia yaitu feminim dan maskulin. Sifat-sifat feminim dan maskulin dapat
dikategorikan sebagai berikut.
Sifat maskulin
|
Sifat feminim
|
1.
Aktif / agresif
2.
Independen
3.
Rasional
4.
Obyektif
5.
Tegas
6.
Keras
7.
Jarang menangis
8.
Tidak mudah
tersinggung
9.
Lebih kompetitif
10.
Lebih suka
berpetualang
11.
Lebih mendunia
12.
Ambisius
13.
Percaya diri
14.
Pemimpin, pelindung
15.
Dsb
|
1.
Pasif / nonagresif
2.
Dependen
3.
Emosional
4.
Subyektif
5.
Kurang tegas
6.
Lemah lembut
7.
Sering menangis
8.
Mudah tersinggung
9.
Kurang kompetitif
10.
Tidak suka
berpetualang
11.
Berorientasi ke
rumah
12.
Kurang ambisius
13.
Kurang percaya diri
14.
Pengasuh,
pemelihara
15.
Dsb
|
Sifat
feminin seringkali dilekatkan pada diri perempuan dan sifat maskulin seringkali
dianggap sebagai sifat laki-laki. Sehingga bila ada seorang yang bersikap tidak
sesuai dari sifat-sifat yang sudah dilekatkan pada dirinya oleh masyarakat maka
dia diangggap menyimpang atau salah. Padahal pada riilnya, potensi yang
dimiliki laki-laki dan perempuan sebagai sesama manusia adalah relatif.
Dari pelabelan yang ada di masyarakat ini
memunculkan ketidakadilan yang berkaitan dengan relasi antara perempuan dan
laki-laki. Setidaknya ada lima isu gender yang dialami perempuan akibat
ketidakadilan gender yaitu :
1.
Kekerasan terhadap perempuan.
2.
Beban ganda perempuan
3.
Marginalisasi perempuan
4.
Subordinasi perempuan
5.
Stereotype terhadap perempuan
Sedangkan
manifestasi ketidakadilan gender bagi perempuan dapat dirumuskan sebagai
berikut[i]
:
1.
Pada sektor budaya, perempuan terkungkung
dengan stereotype yang dilekatkan pada dirinya untuk tidak keluar dari peran
domestiknya.
2.
Dalam sektor publik maupun domestik perempuan
seringkali menjadi korban tindak kekerasan
3.
Dalam bidang ekonomi, perempuan mengalami
marginalisasi dan harus menanggung beban ganda jika ingin berkiprah di ruang
publik.
Dalam bidang politik, perempuan selalu menempati posisi sub-ordinan,
baik di struktur pemerintahan, maupun di tingkat perwakilan rakyat. Sebagai
warga negara. Perempuan juga hanya ditempatkan sebagai obyek dalam setiap
kebijakan pemerintah yang memang seringkali menjadi monopoli laki-laki.
Secara garis
besar perempuan memiliki dua peran. Yaitu peran
sebagai anggota keluarga dan
peran sebagai anggota masyarakat.
1.
Perempuan
sebagai Anggota Keluarga
Di dalam keluarga perempuan dapat
berperan sebagai ibu, istri, anak. Semua peran tersebut
menuntut adanya tugas sesuai dengan perannya.
a.
Perempuan
sebagai Ibu
Sebagai ibu tugas perempuan yang pertama
dan utama yang tidak diperselisihka lagi ialah
mendidik generasi-generasi baru. Mereka memang disiapkan oleh Allah untu tugas
itu, baik secara fisik maupun mental, dan tugas yang agung ini tidak boleh dilupakan
atau diabaikan oleh faktor material dan kultural apa pun. Perempuan sebagai ibu
dalam keluarga, idealnya menjadikan dirinya teladan yang bisa dicontoh anak-anaknya dalam segala hal yang dilakukannya di dalam urusan
rumah tangga.
b.
Perempuan
sebagai Istri
Perempuan sebagai istri memiliki peran
yang sangat penting. Istri yang bijaksana dapat menjadikan rumah
tangganya sebagai tempat yang paling aman dan menyenangkan bagi suami.
( Alfan, tanpa tahun: 25) Istri dapat berperan sebagai teman baik, tempat suami mencurahkan
perasaan hatinya. Mendinginkan suasana ketika hati sedang panas. Sehingga suami
memperoleh motivasi baik dalam hal mencari nafkah maupun beribadah. Posisi perempuan sebagai sang
istri atau ibu rumah tangga memilki arti yang sangat penting,
bahkan dia merupakan
salah satu tiang penegak kehidupan keluarga dan termasuk pemeran utama dalam
mencetak “tokoh-tokoh besar”. Sehingga tepat sekali ungkapan: “Dibalik setipa
orang besar
ada seorang wanita yang mengasuh dan mendidiknya.” Dengan
peran perempuan sebagai istri maka ada beberapa kewajiban istri terhadap suami.
Kewajiaban pertama, adalah taat sempurna kepada suaminya dalam perkara yang bukan
maksiat bahkan lebih utama daripada melakukan ibadah-ibdah sunnah. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: Syaikh Muhammad Bin Shalih “Tidak
boleh seorang wanita puasa (sunnah) sementara suaminya ada di tempa kecuali
setelah mendapat izin suaminya.” (Muttafaqun ‘alaihi Al
Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Hadits ini menunjukkan lebih ditekankan kepada istri untuk
memenuhi hak suami daripada mengerjakan kebajikan yang hukumnya sunnah. Karena
hak suami itu wajib sementara menunaikan kewajiban lebih didahulukan daripada menunaikan
perkara yang sunnah.’ (Fathul Bari 9/356) Menjaga rahasia
suami dan kehormatannya dan juga menjaga kehormatan diri sendiri di
saat suaminya tidak ada di tempat. Sehingga menumbuhkan kepercayaan suami
secara penuh
terhadapnya. Menjaga
harta suami. Rasulullah bersabda: “Sebaik-baik
wanita penunggang unta, adalah wanita yang baik dari kalangan quraisy yang
penuh kasih sayang terhadap anaknya dan sangat menjaga apa yang dimiliki oleh suami.”
(Muttafaqun ‘alaihi) Mengatur
kondisi rumah tangga yang rapi, bersih dan sehat sehingga tampak menyejukkan
pandangan dan membuat betah penghuni rumah.
c.
Perempuan sebagai menantu dalam
keluarga
Idealnya menjadikan keluarga suaminya sebagai
keluarga kedua, dan memperlakukan kedua keluarga dengan sama baiknya, karena
bila kita menikah, kita menikah tidak hanya dengan orang yang bersangkutan,
tetapi juga dengan keluarganya. Ibunya adalah ibu kita juga, ayahnya adalah ayah
kita juga.
d.
Perempuan sebagai mertua di dalam
keluarga
Dia harus bisa
menyadari bahwa ia sudah “diluar” kehidupan anaknya, dan berfungsi hanya
sebagai penasehat dan bukan yang ikut menentukan jalan pernikahan anaknya.
Mertua yang baik adalah yang mendukung pernikahan anaknya di dalam doa serta
memberikan bantuan nasehat, dan lainnya bila diperlukan.
e.
Perempuan sebagai adik / kakak
dalam keluarga
Disini, perempuan berperan
sebagai saudara yang saling memperhatikan , saling mendukung dan saling
menghargai sebagai sebuah keluarga.
2.
Perempuan
sebagai Anggota Masyarakat
Jumlah wanita
sama banyak dengan jumlah laki-laki, bahkan bisa lebih banyak dari laki-laki
sebagai-mana pernah disebutkan dalam hadits Rasulullah shalallahu'alahi
wassalam. Akan tetapi, perbandingan ini terkadang berubah-ubah setiap waktunya
atau berbeda-beda antara tempat yang satu dengan yang lain. Kadangkala di suatu
negara wanitanya lebih banyak dibanding laki-laki, namun di negara lain
sebaliknya, laki-lakinya yang lebih banyak. Demikian pula pada suatu waktu
terkadang wanita lebih banyak dari laki-laki dan di waktu lain terjadi
sebaliknya laki-laki yang lebih banyak. Yang jelas bagaimanapun keadaannya,
wanita tetap memiliki peran yang penting dalam perbaikan masyarakat.
pertumbuhan generasi muda pada awalnya pasti beranjak dari pangkuan seorang ibu
(wanita). Dengan demikian, maka tampak jelas bagaimana pentingnya peran yang
harus diemban oleh para wanita dalam memperbaiki masyarakat.
Peranan karena
kecenderungan penilaian bahwa normativitas Islam menghambat ruang gerak perempuan
dalam masyarakat. Hal ini didukung oleh pemahaman bahwa tempat terbaik bagi
perempuan adalah di rumah, sedangkan di luar rumah banyak terjadi kemudharatan. Pandangan rumah
untuk maksud tertentu dihukumi dengan subhat, antara diperbolehkan dan tidak.
Dalam bahasan fiqh ibadah, jika subhat lebih baik ditinggalkan. Sedangkan dalam perempuan dalam masyarakat yang paling umum adalah fiqh
muamallah bisa dijalankan dengan menurut
pandangan Qardhawy (1997:231) bahwa keluarnya perempuan dari rumah untuk
keperluan tertentu adalah diperbolehkan. Bahkan menahan perempuan di dalam rumah
hanyalah bentuk perkecualian dalam jangka waktu tertentu sebagai bentuk penghukuman. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah telah mengijinkan
kalian untuk keluar rumah guna menunaikan hajat kalian.” (Muttafaqun
‘alahi) Perempuan sama
persis dengan laki-laki. Baik dalam urusan ibadah dan Muamallah, tiada
kelebihan laki-laki
atas perempuan. Dengan demikian perempuan mempunyai hak yang sama dalam usaha
melakukan perbaikan (ishlah) dalam masyarakat. Namun Yang sampai perbincanganbarrier
berupa sinyalemen hadits bahwa tidak akan beruntung suatu masyarakat jika sebagai
bagian tak terpisahkan dari umat mendapat perlakuan yang kepemimpinan saat tersebut perempuan ini terus bermula dari kepemimpinan
diserahkan kepada wanita.
Diharapkan
nantinya, isu gender yang bersifat negatif dapat berkurang dalam lingkungan
keluarga maupun masyarakat. Sehingga tak ada lagi perempuan yang merasa
dirugikan atas adanya pelabelan gender ini. Karena, pelabelan ini dapat menjadi
penghalang aktivitas mereka. Banyak dari perempuan yang berkecil hati karena
adanya pelabelan ini. Banyak juga dari mereka yang akhirnya hanya mengikuti
arus yang ada di masyarakat tanpa mempedulikan perkembangan kepribadiannya
sendiri. Mereka beranggapan posisi mereka ada dibawah laki-laki. Hal ini
mengakibatkan potensi para wanita menjadi terisolasi dan susah untuk
dieksplorasi. Untuk itulah, kesetaraan gender ini harus diperhatikan dan dipahami
oleh tiap-tiap individu baik itu laki-laki maupun perempuan, bahwa sebenarnya
hak-hak mereka adalah sama dan memiliki potensi yang sama untuk dapat
mengembangkan kepribadiannya sendiri-sendiri sehingga dapat melaksanakan
fungsinya secara maksimal, baik itu fungsi dalam keluarga maupun dalam ruang
lingkup masyarakat luas. Oleh karena itu, kita harus menanamkan kesadaran
gender, baik untuk diri sendiri, maupun untuk anggota keluarga lain. Kesadaran
ini perlu juga diajarkan sejak dini, agar nantinya anak-anak telah memiliki
pengetahuan tentang masalah gender ini.
1.
Di Lingkungan Rumah/keluarga
Kesadaran gender anak-anak tumbuh dalam
keluarga melalui kondisi real hubungan ayah dan ibu serta perlakuan yang mereka
dapatkan. Dalam keluarga-keluarga masih diwarnai praktik bias gender yang tidak
adil terhadap perempuan -- ibu maupun anak. Posisi suami sebagai "kepala
keluarga" yang mengambil keputusan final, serta istri yang harus
menanggung beban ganda (peran ganda?) sebagai pengurus rumah tangga dan pencari
nafkah, jelas gambaran tidak adil dan tidak setara. Kesempatan pendidikan lebih
diberikan kepada anak laki-laki, sementara banyak pembatasan lebih diberikan
kepada anak perempuan, juga gambaran bagaimana bias gender ini masih mewarnai
kehidupan keluarga. Tradisi dan agama pun ikut melegitimasi budaya patriarki
sehingga memperoleh pembenarannya. Pada akhirnya, masyarakat pun mengamini
praktik-praktik semacam itu. Dibutuhkan perubahan paradigma, khususnya dalam
hubungan suami istri, untuk memulai penumbuhan kesadaran akan kesetaraan gender
dalam keluarga. Suami istri saling menghargai sebagai pribadi yang semartabat,
kendati tetap mengakui adanya perbedaan kodrati antara laki-laki dan perempuan.
Perbedaan-perbedaan fungsi lebih bertumpu pada pembagian tugas dan partisipasi
daripada atas dasar gender. Dalam hal ini, tugas mengurus dan mendidik anak adalah
tugas bersama antara ayah dan ibu.
Kesetaraan gender dalam keluarga bukan untuk
pertentangan, justru dalam kerangka pembentukan pola relasi dan komunikasi yang
lebih manusiawi antara suami dan istri. Dalam kondisi seperti ini, kekerasan
domestik tak akan terjadi, suami istri tidak saling mendominasi, anak-anak akan
mendapatkan habitat tumbuh yang kondusif bagi masa perkembangannya. Orangtua
bisa memulai dari hal sederhana, misalnya tidak terlalu menonjolkan perlakuan
yang berbeda antara anak perempuan dan laki-laki seperti anak laki-laki
diberikan mainan mobil dan senapan sementara perempuan melulu boneka dan alat
rumah tangga. Anak laki-laki pun perlu dilibatkan dalam urusan domestik seperti
mencuci piring, memasak, dan berbelanja. Hindari kata-kata "Anak perempuan
tidak boleh..." atau "Anak laki-laki harus..." .
Dengan demikian, boleh dan tidak boleh suatu
perbuatan bukan atas dasar gender, melainkan nilai moral yang dikandungnya.
Pendidikan yang paling efektif adalah keteladanan dan anak-anak belajar dari
sana. Orangtua yang memiliki kesadaran gender tinggi akan melahirkan anak-anak
yang demikian pula, dan ini berarti membekali anak-anak dengan ketrampilan
hidup yang sesungguhnya.
2. Di Lingkungan masyarakat
Perbedaan perlakuan antara perempuan dan
laki-laki atas dasar gender masih mewarnai lingkungan masyarakat. Dalam jenjang
yang lebih tinggi,misalnya sebuah organisasi, posisi strategis dalam organisasi
siswa diduduki siswa laki-laki, sedangkan siswa perempuan cukup menjadi seksi
konsumsi, atau maksimal sekretaris sebagai pemanis dan "pembantu"
ketua.
Perlakuan yang bias gender ini mencerminkan
bahwa masyarakat-pun ternyata masih tipis kesadaran gendernya sehingga tanpa
sadar ikut melestarikan budaya patriarki. Perbuatan bernilai pantas atau tidak
bukan atas dasar gender, melainkan nilai moral yang dikandungnya, misalnya
perbuatan membolos adalah tidak pantas untuk perempuan maupun laki-laki. Dalam
ranah pendidikan Peran strategis dalam penyadaran gender adalah para guru.
Sudah saatnya kurikulum sekolah keguruan memasukkan mata kuliah gender. Langkah
pertama yang perlu diambil guru adalah bersikap kritis terhadap praktik bias
gender yang ada di lingkungan sekolah, kemudian susun dan persiapkan sendiri
materi ajar, metode, dan pengelolaan kelas, yang mendukung iklim kesetaraan
gender. Untuk jenjang yang lebih tinggi, ajak para siswa untuk berdiskusi
masalah-masalah gender yang sedang aktual. Ajak mereka untuk mengkritisi
praktik eksploitasi dan komersialisasi tubuh perempuan yang mendominasi media
dalam segala bentuknya.
Dengan cara demikian, sekolah benar-benar
akan menjadi agen perubah sosial yang efektif dengan merespons secara
konstruktif persoalan-persoalan nyata yang sedang dihadapi masyarakat secara
lokal maupun global, bukan melalui mata pelajaran, melainkan pembangunan cara
berpikir dan bersikap. Perubahan cara berpikir yang bertumpu pada kesetaraan
gender akan mengubah tatanan sosial yang lebih adil dan manusiawi, termasuk
juga model antara suami dan istri yang saling menghargai harkat dan martabat.
Suatu gerakan besar yang akan membarui kehidupan dan memberi harapan bagi
peradaban manusia.
Buku materi ISBD
(http://www.assalafy.org/al-ilmu.php?tahun3=8)
https://docs.google.com/file/d/0B6aC4A7EcCajaWszdVNFZTFNZW8/edit
https://docs.google.com/document/d/1S_sPlU0eOMcmx6dOEimZRjAgGAn8NEU1x5mqyG3Fu20/edit?hl=in
http://nururr4hm4h.blogspot.com/2012/03/makalah-gender.html
http://ismailonline.com/pusat-studi-gender-perspektif-islam/
http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2004/9/12/k1.html
http://kurni.smanda.sch.id/news/berita-teknologi/buletin/189-peranan-wanita-di-dalam-masyarakat.html
https://docs.google.com/file/d/0B6aC4A7EcCajaWszdVNFZTFNZW8/edit
https://docs.google.com/document/d/1S_sPlU0eOMcmx6dOEimZRjAgGAn8NEU1x5mqyG3Fu20/edit?hl=in
http://nururr4hm4h.blogspot.com/2012/03/makalah-gender.html
http://ismailonline.com/pusat-studi-gender-perspektif-islam/
http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2004/9/12/k1.html
http://kurni.smanda.sch.id/news/berita-teknologi/buletin/189-peranan-wanita-di-dalam-masyarakat.html
No comments:
Post a Comment