Apa yang membuat cinta itu berarti bukan hanya sekedar kasih
sayang ataupun ucapan romantis atau mungkin rangkaian bunga bertingkat yang memiliki
harum semerbak. Kadangkala cinta itu dapat sangat bernilai dari tindakan yang
sangat kecil. Mungkin banyak disepelekan orang.
Suatu ketika terlihat seorang wanita paruh baya menagmbil
secercah rejeki di tempat yang mungkin bagi sebagian orang adalah tempat yang
menjijikkan dan sumber virus dan kuman. Dia bersyukur karena dia dapat hidup
dengan layak meskipun sangat serba berkecukupan. Dia percaya bahwa rizki yang
barokah itu akan selalu mangalir untuk keluarga kecilnya yang tinggal di sebuah
gubuk sederhana yang dikelilingi pegunungan sampah.
“Ternyata, Masih banyak yang kurang beruntung ddibandingkan
denganku” ucap wanita tersebut dalam hatinya.
Ya, dia mengatakan hal tersebut saat dia melewati sebuah
rumah mewah yang hanya menjadi impiannya sejak dulu. Dia melihat pasangan
suami-istri di depan teras rumah itu. Sering sekali dia melewati rumah
bertingkat dengan arsitektur lawas. Dan hampir tiap hari pula, dia mendengar
nada kekesalan dari dalam rumah tersebut. entah apa yang mereka ributkan, dia tak
tahu. Dia hanya mengais sampah yang ada di sebelah kanan pintu gerbang rumah.
Banyak orang yang melewati rumah itu dan berkata,”alangkah
beruntungnya orang yang tinggal dalam rumah ini, pastilah dia sangat bahagia”
Dia hanya terseyum saja saat ada pasangan muda mudi
mengatakan hal tersebut didekatnya.
Tanpa ia sadari, salah satu dari pasangan tersebut
melihatnya tersenyum, iapun berkata “mengapa engkau tersenyum?”
“karena aku bahagia . . .”
“Bagaimana bisa engkau merasakan bahagia, sedang engkau
hanya seorang pemulung sampah . . .”
Tak disangka pemuda itu begitu angkuhnya, namun di tetap
saja tersenyum dan kembali berkata, “ketahuilah, kebahagiaan itu tak dapat
diukur dengan melihat kebahagiaan orang lain”
“apa maksudmu?”
“kita tak kan pernah merasakan bahagia saat kita melihat
kebahagiaan orang lain. Aku bersyukur karena tiap pagi aku masih bisa mencium
tangan suamiku. Aku juga bersyukur tiap pagi aku masih bisa melihat senyum
anak-anakku. Aku hidup hari ini sebagai bekal di hari esok. Kebahagiaanku adalah
rasa syukurku”
Pemuda itu tertegun, tak menyangka seorang pemulung bisa
mengatakan hal yang begitu menusuk pikirannya. Lalu wanita paruh baya itu
meneruskan perkataannya
“nilai kebahagiaan seseorang tak dapat dicari dimanapun, ia
menciptakannya sendiri. Nilai itulah yang merupakan ukuran kebahagiaan
seseorang. Syukurilah apa yang ada ssekarang, aku percaya engkau pasti akan
mendapat kebahagiaan. Ingatlah, kebahagiaan itu bukanlah seperti buah apel yang
jatuh dari pohonnya. Kebahagiaan itu adalah sebuah proses yang harus disyukuri”
Sepasang pemuda itu semakin heran. Bagaimana bisa seorang
pemulung bisa mengucapkan kata-kata seperti itu. Tentu saja mereka heran. Mereka
berdua kagum terhadapnya. Dia bisa bersyukur atas hidupnya hari ini tanpa
sedikitpun berkeluh kesah. Merasa sangat malu, pasangan muda mudi itupun
meninggalkannya tanpa sepatah katapun.
Hari demi hari berganti, dia tetap saja melakukan
rutinitasnya. Hingga suatu ketika, sesuatu memaksanya untuk masuk ke sebuah
toko mainan. Dari luar, dia melihat anak kecil yang sedang tertunduk lesu di
hadapan kasir. Saat dia membuka pintu toko, dia mendengar seorang kasir yang
berbicara pada anak kecil.
“maaf nak, tetapi uangmu tidak cukup untuk membayar semua
barang ini” ucap sang kasir kepada anak kecil yang berdiri di depannya.
“tapi . . . tolonglah aku . . . aku telah menabung untuk
dapat membeli semua ini, pasti engkau salah menghitungnya” anak kecl itu
berbicara sambil meletakkan beberapa lembar uang di hadapan kasir. Tatapannya
sungguh dalam. Dan kedua mata coklatnya mulai berkaca-kaca.
“ada apa, nak?” tanya wanita paruh baya tersebut.
“ini, bu,, mbak kasir berkata padaku bahwa uangku tidak
cukup untuk membayar barang-barang ini. Padahal aku telah menabung setiap hari”
Karena dia ingin tahu, lalu dia bertanya kepada anak kecil
itu. “untuk apa barang-barang ini, nak?”
“ooohh, mainan dan permen ini untuk adikku tercinta. Aku
telah berjanji untuk membelikannya saat ulang tahun ke 3-nya. Karena dia sangat
menyukai mainan dan permen ini. Aku ingin menitipkannya kepada ibuku. Ayah
bilang, mungkin sebentar lagi ibu akan mengunjungi dan menjaga adik di rumah
tuhan. Tapi aku memohon kepada ibu untuk tidak pergi dulu, karena aku ingin
menitipkan mainan dan permen ini untuk adikku tercinta. Tapi apa daya, uangku
tak cukup untuk membayar semua barang ini” Dengan mata yang semakin
berkaca-kaca diapun mulai tertunduk lesu untuk kesekian kalinya. “aku harus
membeli semua ini, ibuku tak mungkin bisa membelinya saat ini, dia sedang
sibuk” anak kecil itu melanjutkan bicaranya.
Wanita paruh baya itupun terketuk untuk membantunya, “mari
kita hitung sekali lagi,nak. Mungkin saja kau tadi salah menghitungnya . . .”
Tanpa sepengetahuan gadis kecil itu. Pemulung baik hati
tersebut menambahkan beberapa lembah uang hasil pekerjaannya untuk sekedar
membantu gadis itu.
“lihat!!! Ternyata aku benar. Aku bisa membayar semua ini
dan sisanya nanti, akan aku beikan bunga yang paling disukai oleh ibuku”
Betapa senangnya gadis kecil tersebut. langsung dia mengusap
air mata yang hampir memenuhi kedua bola matanya. Akhirnya mereka keluar dari
toko diselimuti dengan rasa bahagia.
“sekarang aku akan pulang dan membungkus semua ini, untuk
kujadikan kado yang nantinya akan aku titipkan pada ibuku”
“hati-hati nak, sampaikan salamku pada mereka . . . “
“baiklah . . .”
Ya, namanya juga anak kecil, wanita itu beranggapan bahwa
dia masih seumuran 7 atau 8 tahun. Wajahnya masih penuh dengan kepolosan. Dia bersyukur bisa berbagi dengan orang lain
yang sangat membutuhkan. Meskipun harus diterima kenyataannya bahwa upahnya
hari ini telah berkurang. Namu, dia tetap bersyukur atas apa yang dia dapat
hari ini. Dia percaya bahwa semua pengorbanan yang dilakukan secara tulus itu
akan membuahkan hasil yang tak tenilai harganya suatu saat nanti.
No comments:
Post a Comment